SOLOPOS.COM - Sejumlah pencinta sepeda lipat tiba di Pabrik Gula PG Mojo dalam kegiatan Jelajah Sukowati, Minggu (12/1/2020). (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Pabrik Gula (PG) Mojo di Sragen menjadi salah satu pabrik gula tertua di Indonesia. PG Mojo menjadi satu dari tiga PG di Soloraya yang masih bertahan dan beroperasi.

Dua lainnya adalah PG Tasikmadu di Karanganyar dan PG Gondang Winangun di Klaten. Sisanya sudah hilang ditelan peradaban.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Di Sragen sendiri sebelumnya ada pabrik gula selain PG Mojo, yakni PG Kedungbanteng. Namun, pabrik gula di Kecamatan Gondang itu sudah lama tak beroperasi lagi.

Sebagai salah satu pabrik gula dengan usia yang cukup tua, PG Mojo yang terletak di Jl Kyai Mojo No 1 Sragen Kulon, Sragen, mencatatkan sejarah panjang

PG Mojo dibangun pada 1883 oleh perusahaan Hindia Belanda yang kala itu berpusat di Den Haag dan Semarang, pabrik gula ini terletak di Desa Mojo, Kabupaten Sragen.

Baca Juga: Ini Dia Makam Tertua dan Terluas di Sragen

Kabarnya pembangunan Pabrik Gula Mojo menelan dana sampai 350.000 gulden. Dengan jumlah sebanyak itu, PG Mojo menjadi pabrik gula termahal saat itu.

Alasan dibangunnya PG Mojo berawal pada masa tanam paksa yang dilakukan oleh Hindia Belanda pada awal tahun 1802. Saat itu, Indonesia diharuskan untuk menyerahkan 1/5 tanahnya guna ditanami komoditi tertentu seperti tebu.

Kebijakan tanam paksa atau Culturstelsel yang dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830 melatarbelakangi pendirian PG Mojo. Tujuannya mengeruk kekayaan alam Indonesia.

PG Mojo memulai proses giling pertamanya pada 1885. Seiring berjalannya waktu, pada 1959 pengelolaan PG Mojo Sragen diambil alih pemerintah dan hingga kini PG Mojo berada di bawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara IX (Persero).

Baca Juga: Sejarah Gerbong Jenazah di Alkid Solo, Ternyata Baru Dipakai Sekali

Pada zaman dulu, pabrik ini memiliki ladang tebu yang tersebar pada berbagai tempat di penjuru Kabupate Sragen, seperti Tangkil, Masaran, Sine, Bengak, Terik, Puro, Pilangsari, Sidoharjo, Bulu, dan lain sebagainya.

Dahulu, dalam menjalankan usahanya, PG Mojo menggunakan jaringan kereta lori pengangkut tebu yang memiliki jalur kereta (decauville) dengan panjang puluhan kilometer. Jalur kereta ini terhubung dengan berbagai kebun tebu yang ada di Sragen.

Di sekitar komplek pabrik gula juga terdapat dua makam yang diduga milik Mbah Paleh dan Mbah Krandah. Makam tersebut dijadikan tempat ziarah saat upacara Cembengan, sebuah tradisi yang digelar sebelum proses giling tebu.

Meskipun tidak sejaya dulu lagi, peninggalan-peninggalan PG Mojo, seperti puing-puing lori pengangkut dan peninggalan bersejarah lainnya masih banyak dijumpai pada berbagai tempat yang ada di Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya