SOLOPOS.COM - Pembeli dan pedagang bertransaksi pada hari terakhir sebelum penutupan Pasar Gemolong, Sragen, Selasa (21/7/2020). (Solopos-Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pasar Gemolong, Sragen, tahun depan akan direlokasi ke wilayah Kragilan, Gemolong. Pasar itu saat ini menampung 1.475 pedagang yang menempati los, kios, dan oprokan.

Pasar tersebut dibangun kali pertama dengan bangunan kios dan los pada 1985 atau 38 tahun silam. Sebelumnya masih berupa pasar alami yang dikelola Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Pasar Gemolong saat ini dinilai Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, tidak representatif sebagai pasar tradisional. Bupati bercita-cita ingin membangun pasar yang sehat dan bersih seperti pasar tradisional di Australia. Meskipun banyak pedagang oprokan, tetapi tetap bersih.

Lurah Pasar Gemolong, Harjono, menerangkan pasarnya terbagi dua yang dipisahkan jalan Gemolong-Gabugan. “Pasar di selatan jalan itu luasnya 10.050 meter persegi dengan jumlah pedagang yang menempati los ada 900 orang dan 242 orang menepati kios. Ukuran kios rata-rata 3 meter x 5 meter. Kemudian pasar di utara jalan itu luasnya 3.000 m2 yang dihuni 120 orang pedagang los dan 113 orang pedagang kios. Dari dua pasar itu ada pedagang oprokan sebanyak 100 orang,” jelas Harjono kepada Solopos.com, Selasa (11/4/2023).

Dikelola Keraton Solo

Dia mengisahkan Pasar Gemolong itu dulunya dikelola Keraton Surakarta Hadiningrat. Dia mendapatkan cerita itu dari almarhum ibunya yang juga pedagang di Pasar Gemolong. Dulu jualannya seperti pedagang oprokan di pelataran di bawah pohon beringin, jati, waru, dan pepohonan lainnya.

“Pasar sebelah utara jalan itu dulunya Kantor Kawedanan Gemolong saat masih zaman penjajahan Belanda. Setelah kawedanan tidak berfungsi kemudian menjadi perluasan pasar dari sisi selatan jalan raya. Setelah itu, pasar mulai dibangun dengan model kios dan los pada 1985. Itu pembangunan pertama dan terakhir. Selebihnya hanya pembangunan tambal sulam,” jelasnya.

Harjono menambahkan sebelum kemerdekaan, Pasar Gemolong dikuasai oleh Keraton Solo. Setelah Indonesia merdeka, Pasar Gemolong kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola. “Di pasar itu juga ada sendangnya yang sekarang dijadikan sumur dan diambili airnya untuk pedagang sampai sekarang,” ujar Harjono yang juga warga asli Kampung Ngeseng, Kelurahan Gemolong, Kecamatan Gemolong.

“Simbah saya itu namanya Sutinah dan yang laki-laki namanya Martodimejo. Semua sudah almarhum. Mereka dulu pedagang di Pasar Bunder sejak zaman Belanda. Pasar itu masuk Kampung Ngeseng. Kenapa dinamakan Ngeseng karena dulu banyak rumah-rumah dengan dinding seng. Iya itu rumah seng milik pegawai Belanda,” jelas pria yang menjadi Lurah Pasar Gemolong sejak 2019 itu.

Sekarang masuk ke pasar tidak begitu kumuh karena lantainya dipasangi paving bloks. Pasar di bagian utara memiliki pedagang cukup banyak. Gang masuk yang awalnya selebar lima meter, kini  tinggal satu meter untuk pejalan kaki.

Pedagang di Pasar Gemolong itu terbagi atas pedagang pagi mulai pukul 04.00 WIB sampai 15.00 WIB. Untuk pasar diniharinya, sebut dia, dimulai pukul 00.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB tetapi semua pedagang dinihari itu merupakan pedagan oprokan yang jumlahnya sekitar 80 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya