Soloraya
Rabu, 23 Agustus 2023 - 13:58 WIB

Sejarah Payung Lukis Khas Juwiring Klaten hingga Jadi Warisan Budaya Nasional

Suharsih  /  Fadila Alfiani Arifin  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang perajin membuat payung lukis khas Juwiring, Klaten. (klatenkab.go.id)

Solopos.com, KLATEN — Warga Klaten menghasilkan banyak kerajinan tangan yang sudah terkenal hingga tingkat nasional, bahkan sampai menembus pasar internasional, salah satunya kerajinan payung lukis.

Kerajinan ini asli dan khas dari Kecamatan Juwiring. Masyarakat yang menjadi perajin payung lukis di Juwiring mendapatkan keahlian dari warisan nenek moyang mereka.

Advertisement

Mengutip klatenkab.go.id, payung lukis khas Juwiring mulai dikembangkan sebagai usaha kerajinan tangan pada 1960-an. Pembuatan payung itu menggunakan bahan kayu dan kertas kemudian dilukis dengan warna dan corak yang menarik.

Salah satu pusat kerajinan payung lukis yang terkenal yakni di Dukuh Gumantar, Tanjung, Juwiring, Klaten. Para perajin di wilayah ini bernaung di paguyuban Payung Lukis Tradisional Ngudi Rahayu.

Advertisement

Salah satu pusat kerajinan payung lukis yang terkenal yakni di Dukuh Gumantar, Tanjung, Juwiring, Klaten. Para perajin di wilayah ini bernaung di paguyuban Payung Lukis Tradisional Ngudi Rahayu.

Konon, payung ini awalnya digunakan sebagai perlengkapan upacara kematian dan ritual adat di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Namun, seiring perkembangan zaman, perajin payung tradisional mengubah kegunaan payung untuk hiasan dan perlengkapan dekorasi.

Biasanya payung lukis khas Juwiring dijadikan aksesori di hotel, warung makan, tempat wisata dan hiasan rumah.

Advertisement

Sementara itu, dilansir kemenparekraf.go.id, selain Desa Tanjung, ada dua desa lain yang juga mengembangkan kerajinan payung lukis di Kecamatan Juwiring, Klaten. Dua desa itu yakni Kenaiban dan Kwarasan.

Wisatawan yang penasaran ingin melihat proses pembuatan payung lukis dapat berkunjung ke salah satu desa tersebut. Lebih lengkap mengenai pembuatan payung lukis Juwiring, pertama adalah membuat bungkul.

Perbedaan dengan Payung Lukis Daerah Lain

Bungkul merupakan bagian rangka kayu yang menggabungkan penyangga (spacer) dan bilah kayu seperti bilah kecil (sodo atau ruji). Bagian bungkul ini memiliki fungsi sebagai pembuka sel dengan sempurna.

Advertisement

Sementara itu alat yang digunakan untuk membuka bungkul adalah bubut, gergaji, dan uncek (kerucut besi untuk mengebor lubang di bungkul). Langkah kedua adalah pembuatan parasut disusul langkah ketiga sekaligus terakhir pada pembuatan payung lukis Klaten yakni pemasangan parasut.

Bungkul, sodo, dan sanggan digabungkan menjadi satu kesatuan, setelah semua kerangka terpasang barulah masuk ke dalam studio Mayu. Studio Mayu atau dalam bahasa Jawa berasal dari kata mayoni memiliki arti menyediakan atap atau naungan.

Mayu merupakan proses menempelkan kanvas pada rangka payung. Setelah itu dilanjutkan dengan melukis menggunakan cat untuk memperindah dan mendekorasi payung. Payung lukis Juwiring, sama dengan payung pada umumnya, difungsikan untuk melindungi dari sinar matahari atau pelindung panas.

Advertisement

Namun karena kecantikannya, payung lukis khas Juwiring, Klaten, ini juga dapat difungsikan sebagai hiasan ruangan di restoran, tempat wisata, hotel, hingga perkantoran. Dapat juga digunakan untuk properti tarian, suvenir, dan lain-lain.

Selain itu payung Juwiring ini juga dijadikan peranti upacara adat. Jika dicari perbedaan antara payung Juwiring dengan payung lukis dari daerah lainnya adalah terletak pada bagian pinggirannya atau framenya, di mana payung Juwiring memiliki bentuk frame yang setengah melengkung.

Pada 2022 lalu, kerajinan payung lukis khas Juwiring, Klaten, bersama teknik putaran miring gerabah Melikan, ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenristek).

Penetapan ini menambah jumlah Warisan Budaya Tak Benda Nasional dari Klaten. Sebelumnya, sebaran apam Yaa Qowiyyu di Jatinom dan lurik Klaten juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif