Soloraya
Sabtu, 27 Desember 2014 - 17:30 WIB

SEKATEN 2014 : Gamelan Ditabuh di Masjid Agung Solo, Warga Berebut Janur

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gunungan Sekaten 2014 diperebutkan ribuan warga, Selasa (14/1/2014). (JIBI/Solopos/Dok)

Sekaten 2014 di Kota Solo, Sabtu (27/12/2014) ditandai dengan ditabuhnya dua gamelan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Solopos.com, SOLO — Gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari di bangsal selatan dan utara Masjid Agung Solo, ditabuh Sabtu (27/12/2014).

Advertisement

Ditabuhnya  dua gemelan milik Keraton Solo itu sebagai penanda dimulainya acara sekaten. Pantauan Solopos.com, Sabtu, ribuan warga yang datang dari berbagai daerah itu mulai memadati Masjid Agung sejak pagi.

Dua gemelan baru keluar dari keraton sekitar pukul 09.17 WIB dan langsung dibawa ke Masjid Agung. Gamelan baru ditabuh sekitar pukul 14.00 WIB. Sebelum gamelan dibunyikan terlebih dahulu dilakukan upacara dan pembacaan doa di dalam masjid.

Gamelan yang ditabuh pertama adalah Kiai Guntur Madu dan setelah itu baru Kiai Guntur Sari. Begitu gamelan dibunyikan, kerabat keraton, tamu undangan, dan masyarakat yang berkunjung langsung mengunyah nginang (sirih) dan berebut janur kuning yang dipasang di dua bangsal tersebut.

Advertisement

Dalam kegiatan ini hadir juga kerabat dan sentana dalem keraton, seperti K.G.P. H Puger, G.K.R Wandasari Koes Moertiyah, G.K.R Timur, K.P Eddy Wirabhumi, K.P Winarno Kusumo, maupun K.R.H.M Satriyo Hadinagoro. Sementara itu, Paku Buwono (PB) XIII tidak terlihat dalam iring-iringan tersebut.

Tujuh Hari

Wakil Pengageng Keraton Kasunanan Surakarta, K.R.M.H. Satriyo Hadinagoro, mengatakan ditabuhnya dua gamelan itu sebagai penanda dimulainya peringatan sekaten dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Advertisement

Kedua Gemelan itu, kata dia, akan ditabuh selama tujuh hari berturut-turut sampai puncaknya, Minggu (3/1).

“Tradisi membunyikan dua gamelan di Masjid Agung ini sudah terjadi sejak PB IV,” ujar Satriyo, Sabtu.

Sementara itu, Wakil Pengageng Sasana Wilapa, K.P Winarno Kusumo, menambahkan gamelan akan dibunyikan selama tujuh hari dan hanya akan berhenti saat datang waktu salat.

“Kegiatan ini tidak semata sekadar gothak gathik gathuk [asal-asalan] saja, tapi setiap prosesi dilandasi dengan ajaran dan falsafah hidup mendalam dari para leluhur yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam,” papar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif