SOLOPOS.COM - Ilustrasi tes seleksi perangkat desa. (Solopos/Dok)

Solopos.com, SRAGEN — Pelaksanaan seleksi calon perangkat desa (perdes) di sembilan desa wilayah Kabupaten Sragen diwarnai aksi keberatan dari peserta. Keberatan itu muncul karena perbedaan persepsi di kalangan peserta terkait hasil seleksi calon perdes.

Kabag Pemerintahan Setda Sragen, Dwi Agus Prasetyo, saat dihubungi Solopos.com, Minggu (26/12/2021), menyebut sembilan desa itu terdiri atas Desa Padas di Kecamatan Tanon, Desa Gabus dan Kebonromo di Kecamatan Ngrampal, Desa Tanggan di Kecamatan Gesi. Kemudian Desa Tempelrejo dan Gemantar di Kecamatan Mondokan, dan Desa Soko di Kecamatan Miri.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Agus menyampaikan masing-masing desa memiliki polemik yang berbeda-beda. Ia mencontohkan di Padas ada keberatan dari peserta terkait persepsi panitia seleksi calon perdes yang belum paham dengan aturan dalam penilaian prestasi dan dedikasi.

Baca Juga: Pengalaman Aneh Sukarelawan Sragen Bersama Mobil Ambulance Rescue Medic

Ia melanjutkan keberatan peserta seleksi calon perdes di Desa Gabus, Sragen, terjadi karena anak kepala desa yang mendapatkan ranking tertinggi sehingga memunculkan asumsi negatif.

Sedangkan di Desa Tanggen, Kecamatan Gesi, pun berbeda, yakni panitia seleksi calon perdes dianggap tidak transparan karena tidak menghadirkan peserta saat membuka segel hasil nilai ujian tertulis dan tes komputer.

Belum Terima Hasil Seleksi

“Di Tempelrejo dan Gemantar Kecamatan Mondokan juga muncul keberatan karena belum terima dengan hasil seleksi. Kemudian di Kebonromo, Ngrampal, muncul keberatan karena masih adanya satu peserta seleksi yang masih di ruang ujian saat waktu ujian sudah habis,” kata Agus.

Baca Juga: Harga Telur di Sragen Tembus Rp29.000/Kg Saat Natal

Agus melanjutkan di Desa Soko, Miri, ada asumsi perbedaan nilai ujian. Salah satu peserta seleksi calon perdes di Soko, Miri, Sragen, itu meyakini nilai ujiannya 61 tetapi saat pengumuman nilai muncul menjadi 50.

“Dalam kasus Soko ini, saya sudah menyarankan agar meminta hasil print out nilai dari LPPM terkait,” imbuhnya. Agus menyampaikan ketika meminta penjelasan terkait hasil itu mestinya langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan, bukan diunggah di media sosial.

Agus berpendapat saat mengunggah ke media sosial itu sampai menyebut pihak-pihak tertentu bisa berbahaya karena bisa berimplikasi hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya