Soloraya
Sabtu, 17 Agustus 2019 - 11:05 WIB

Semangat Penyandang Tunanetra Bertugas di Upacara Sambut HUT RI di Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Upacara memperingati HUT ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Panti Sosial Pajang, Solo, Sabtu (17/8/2019) berbeda dengan yang lain. Sebab, baik petugas upacara maupun peserta upacara adalah para penyandang tunanetra.

Kegiatan upacara yang digelar oleh Kelompok Masseur Tunanetra Sabtu Wage (KMTS) Solo dengan tema Menyongsong Kerja Bersama Menuju Bangsa Indonesia Yang Unggul dilaksanakan di halaman belakang Panti Sosial dan Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Netra, Bhakti Candrasa Solo.

Advertisement

Kendati di tengah keterbatasan fisik, puluhan peserta uoacara dengan tertib dan khidmat mengikuti rangkaian upacara HUT ke-74 Kemerdekaan RI.

Para petugas upacara seperti komandan upacara dan pengibar bendera kondisinya tidak buta total namun low vision. Sedang pembaca teks proklamasi, Pancasila, UUD 1945, ikrar disabilitas, dan doa kondisinya buta total.

Pendamping dari panti sosial, Tika, dengan sabar membimbing petugas upacara. Satu persatu petugas pembaca Pancasila, teks Proklamasi, dan UUD 1945 serta ikrar peserta upacara ketika maju untuk bertugas dibimbing agar tidak menabrak petugas yang lainnya.

Advertisement

“Kita tunjukan sebagai penyandang disabiltas tidak ingin dipinggirkan, jadi mari tingkatkan sumberdaya kita,” ujar Pembina Upacara Purwanto.

Purwanto yang juga Ketua Kelompok Masseur Tunanetra Sabtu Wage mengatakan kelompoknya menggelar kumpulan setiap Sabtu wage, dan kebetulan pas Sabtu wage kali ini bersamaan dengan 17 Agustus sehingga sebulan sebelumnya dibicarakan untuk menggelar upacara.

“Jadi ini yang pertama kali, tapi selama menjalani pendidikan di panti ya upacara pernah. Persiapannya singkat jadi saat latihan beberapa kali ada kesalahan,” ujarnya.

Advertisement

Eti Winarsih, petugas pengibar bendera. Saat latihan dia beberapa kali ditegur oleh pembina karena selalu salah melangkah. “Kadang kita sudah memperkirakan pas, tapi ternyata melenceng. Terus kadang menabrak teman disamping atau ketinggalan teman,” ujarnya.

Agar tidak salah lagi, Eti dalam hati menghitung langkah supaya pas sampai tepat di depan tiang bendera. 

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif