SOLOPOS.COM - Tanah Sriwedari (JIBI/Solopos/Dok)

Sengketa Sriwedari, pihak keraton kasunanan surakarta hadiningrat berharap ada campur tangan pemerintah pusat.

Solopos.com, SOLO–Berbagai pihak mulai turun tangan untuk merampungi sengkarut sengketa lahan Sriwedari. Keraton Solo mengaku telah meminta bantuan pemerintah pusat untuk mencari solusi bagi semua pihak.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ketua Lembaga Hukum Eksekutif Keraton Kasunanan Surakarta, K.P. Eddy Wirabhumi, mengatakan saat ini pihaknya telah membicarakan rencana pemanggilan pihak Keraton Solo, Pemkot, serta pengelola Museum Radya Pustaka ke kantor Pengadilan Negeri (PN) Solo, Selasa (29/9/2015) mendatang, kepada pemerintah pusat.

“Secara informal, saya sudah berbicara dengan pemerintah pusat. Karena persoalan ini ditangani di sana [pusat], tidak lagi di daerah. Saya kira mereka bisa menyelesaikan perkara ini,” katanya ketika ditemui Solopos.com Keraton Solo, Senin (14/9).

Menurut Eddy, sengkarut sengketa lahan Sriwedari makin ruwet dengan masuknya pengijon ke dalam seteru perbedaan cara pandang hukum adat dan hukum positif yang diributkan ahli waris R.M.T. Wiryodiningrat dengan pemerintah.

“Masuknya pengijon dalam kasus ini, membuat Keraton Solo dan pemerintah makin kesulitan menyelesaikan persoalan yang bermula dari pergeseran persepsi legal dalam hukum positif dan adat tersebut. Untuk merampungkannya, saran saya mata rantai pengijon harus diputus terlebih dulu,” paparnya.

Setelah perkara pengijon selesai, sambung Eddy, langkah selanjutnya mencari solusi yang memenangkan semua pihak. “Sesuai mandat dedikasi Paku Buwana X, Sriwedari harus kembali menjadi ruang publik. Tapi sebagai negara hukum, semestinya hukum juga tidak boleh diabaikan. Paling tidak ada upaya untuk menghargai [ahli waris],” jelasnya.

Disinggung soal isu privatisasi yang akan diarahkan ke arah komersial, Eddy mengungkapkan saat ini sejumlah ahli waris R.M.T. Wiryodiningrat belum punya rencana tersebut. “Saat ini saya lihat masih pasif. Menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Kalau 2010 lalu memang ada gagasan untuk menggandeng investor, tapi tidak ada obrolan lagi sampai sekarang,” ungkapnya.

Eddy menilai posisi lahan sengketa Sriwedari saat ini kurang cocok untuk kawasan komersial. “Hla mau dibikin hotel sekarang sudah banyak sekali. Yang mau menginap siapa. Mal juga begitu. Sudah padat kalau di tengah kota. Yang paling pas itu ruang publik. Solo ini masih minim sekali. Alun-alun kidul yang dibuka alakadarnya saja bisa ramai sekali. Apalagi kalau Sriwedari dibenahi,” urainya.

Terakhir, Eddy berpesan agar setelah kasus sengketa berlalu kompleks Sriwedari benar-benar dikelola dan bisa dikembalikan sesuai fungsi awalnya sebagai Kebon Raja dan pusat pembelajaran warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya