SOLOPOS.COM - Taman Sriwedari 21 Desember 2016. (Mariyana Ricky P.D./JIBI/Solopos)

Ahli waris Sriwedari siap melawan jika Pemkot Solo nekat membangun masjid di lahan HP 40 dan HP 41.

Solopos.com, SOLO — Kerabat R.M.T. Wirjodiningrat selaku ahli waris Sriwedari tidak terima dengan rencana Pemkot Solo membangun Masjid Taman Sriwedari di lahan eks Bonrojo tersebut.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ahli waris meminta Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo mematuhi keputusan pengadilan atas sengketa tanah Sriwedari. Jika permintaan itu tidak digubris, ahli waris tidak akan tinggal diam dan siap melawan.

Demikian ditegaskan kuasa hukum ahli waris Sriwedari, Anwar Rahman, saat ditanya nasib Sriwedari setelah Pemkot Solo mengklaim kepemilikan tanah hak pakai (HP) 40 dan HP 41 untuk dibangun Masjid Taman Sriwedari. Anwar mengatakan Indonesia adalah negara hukum di mana semua warga negara harus taat kepada hukum.

“Pengadilan sudah memutuskan tanah eks Bunrojo dikembalikan kepada ahli waris. Keputusan tersebut sudah inkracht. Kami pastikan segala upaya banding sudah tertutup rapat untuk Pemkot Solo,” ujar Anwar saat dihubungi Solopos.com, Selasa (9/1/2018).

Menurut Anwar, rakyat diminta untuk menghormati hukum. Namun, kenyataannya dalam hal ini penguasa justru memberikan contoh tidak baik dengan melanggar hukum.

Baca:

SENGKETA SRIWEDARI : Pemkot Solo Eksaminasi Putusan MA 

SENGKETA SRIWEDARI : BPN Solo Temukan Bukti Baru, Apa Itu?

SENGKETA SRIWEDARI : Putusan MA Tidak Berubah, Ahli Waris Tunggu Surat Eksekusi

Pemkot Solo sewenang-wenang dalam kasus eks Bonrojo. “Pemkot membangun Masjid Taman Sriwedari anggaran dari mana? Kalau anggaran dari APBD digunakan membangun masjid di lahan bukan milik Pemkot status masjid seperti apa? Kami meminta Pemkot mengurungkan niat membangun masjid itu,” kata dia.

Ahli waris Sriwedari, lanjut dia, meyakini Pemkot Solo tidak akan berani membangun masjid di lahan eks Bonrojo. Kalau Pemkot tetap nekat ahli waris tidak akan tinggal diam. Pemkot tidak memiliki legalitas HP 40 dan HP 41 sehingga tidak bisa membangun masjid itu.

“Pemkot jika masih nekat pembangunan Masjid Taman Sriwedari ahli waris akan memberikan kejutan. Kami menilai soal eks Bonrojo Pemkot hanya melakukan klaim sepihak,” kata dia.

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mengklaim memiliki empat sertifikat tanah di lahan Sriwedari, yakni HP 40 yang saat ini digunakan Stadion Sriwedari, HP 41 yakni bekas THR, Kantor Dinas Pariwisata, serta Museum Radya Pustaka.

Kemudian HP 26 yang saat ini digunakan untuk Museum Keris Nusantara dan Hak Guna Bangunan (HGB) 73 yang digunakan untuk Bank Solo. “Tanah HP 40 dan 41 yang semula disengketakan kini sudah di tangan yang sah secara hukum,” kata Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Yosca Herman Soedrajat didampingi Kepala Bidang (Kabid) Aset BPPKAD Sugiyatno ketika dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Selasa (9/1/2018).

Tanah HP 40 seluas 60.220 meter persegi diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo tertanggal 16 September 2015, sedangkan tanah HP 41 seluas 38.150 meter persegi diterbitkan BPN tertanggal 16 Mei 2016. Penerbitan sertifikat HP 40 dan HP 41 sebagai pengganti tanah HP Pemkot Nomor 11 dan HP 15 yang sebelumnya dicabut.

Penerbitan sertifikat tanah ini berdasarkan hasil kajian Kementerian Agraria dan Tata Ruang bahwa putusan pengadilan melebihi apa yang dipermasalahkan (ultra petita). “Jadi yang dipermasalahkan adalah HP 41, tetapi putusannya sampai stadion [HP 40],” katanya.

Dari hasil kajian tersebut lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang memerintahkan kepada Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah dan diteruskan ke Kantor Pertanahan Solo untuk diterbitkan surat permohonan Pemkot HP 40 dan HP 41. Langkah ini pun sejalan dengan hasil sidang eksaminasi yang dilakukan oleh pakar dan ahli.

Tim eksaminasi putusan sengketa tanah Sriwedari merekomendasikan Pemkot untuk mengajukan permohonan hak atas objek sengketa dan menjaga kawasan cagar budaya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Eksaminasi dilakukan sembilan eksaminator terdiri dari akademisi dan pakar hukum dari berbagai universitas di Indonesia melakukan eksaminasi putusan sengketa Sriwedari pada 25-27 Juli lalu secara tertutup.

Jika ada pihak-pihak yang tidak menerima dengan keputusan tersebut, Sugiyatno menambahkan pihak bersangkutan dipersilakan mengajukan gugatan sesuai kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Namun dia yakin sertifikat yang dipegang Pemkot sudah tidak dapat diganggu gugat lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya