SOLOPOS.COM - Pintu gerbang kawasan Taman Sriwedari Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Sengketa tanah Sriwedari Solo telah bergulir selama kurang lebih setengah abad atau 50 tahun terakhir. Total 17 putusan dikeluarkan sejak gugatan pertama dari ahli waris pada 24 September 1940.

Terbaru adalah putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi Pemkot Solo dalam gugatan perlawanan sita eksekusi tertanggal 15 Agustus 2022. Itu merupakan kemenangan kali pertama Pemkot Solo dalam perebutan lahan Sriwedari dengan ahli waris RMT Wirjodiningrat.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Meski salinan putusan resmi dari MA belum disampaikan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo maupun pihak-pihak yang bersengketa hingga Selasa (11/10/2022), sejumlah pihak meyakini ini adalah titik terang penyelesaian sengketa tanah Sriwedari dan kemenangan akhir bagi Pemkot Solo.

Berdasarkan catatan Solopos.com, sengketa Sriwedari sudah berlangsung sejak 24 September 1970 di mana saat itu ahli waris trah Wirjodiningrat menggugat Pemkot atas kepemilikan Sriwedari yang akhirnya dimenangi ahli waris. Sebanyak 16 kali Pemkot Solo berusaha mengugat, sebanyak itu pula Pemkot Solo kalah di ranah hukum.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan ATR/BPN Solo, Slamet Suhardi, menjelaskan awal mula dari sengketa ini adalah ketika SK Mendagri Nomor 85/DJA/1973 keluar. SK itu membatalkan Hak Guna Bangunan (HGB) Sriwedari yang saat itu dipegang trah Wirjodiningrat.

Baca Juga: Respons Putusan MA, Komunitas Sriwedari Desak Pemkot Solo Lakukan Revitalisasi

“Jadi HGB-nya dibatalkan berdasarkan SK Mendagri No 85/DJA/1973 tanggal 14 Mei 1973. Sedangkan HGB Sriwedari saat itu berakhir pada 24 September 1980,” jelasnya saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (11/10/2022).

Pembatalan HGB Sriwedari oleh Mendagri

Lebih lanjut, Slamet Suhardi menjelaskan alasan pembatalan HGB oleh Mendagri saat itu adalah sita landraad tahun 1937, di mana saat itu ada sengketa yang muncul atas kepemilikan tanah Sriwedari Solo. “Dasar pembatalannya adanya sita landaard tahun 1937,” jelasnya.

Landaard adalah Pengadilan Negeri di masa pemerintahan Kolonial Belanda dengan tugas mengadili orang-orang nonpribumi dalam masalah pidana dan perdata. Bagi pribumi ada Musapat dengan fungsi yang sama. Baik Landaaard dan Musapat dipimpin orang-orang Kolonial Belanda.

Baca Juga: Pemkot Solo Menangi Permohonan Kasasi Sriwedari, 4 Sertifikat HP Jadi Pegangan

Dalam arsip Perpusnas, surat kabar Pemandangan terbitan 26 Mei 1937 mengabarkan saat itu Landaard melakukan sita atas Sriwedari karena dipertanyakan transaksi oleh RMT Wirjodiningrat dan Johannes Busselarr.

Menurut berita tersebut, atas nama pelaku transaksi sebanyak 65.000 gulden berbeda dengan pemilik dana. Tidak tertera secara terperinci alasan sita Landaard tersebut. Namun, kemudian dikembalikan lagi ketika masa pendudukan Jepang berakhir.

Pemkot Solo kali terakhir mengajukan gugatan perlawanan eksekusi tanah Sriwedari namun ditolak oleh PN Solo pada Juni 2021. Lantaran tidak puas, Pemkot Solo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Semarang.

Baca Juga: Ahli Waris Sriwedari Solo: Putusan Baru MA Tak Pengaruhi Status Kepemilikan

Perjalanan Kasus Sengketa Sriwedari

Upaya hukum itu kembali ditolak oleh majelis hakim PT Semarang dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang Nomor: 468/Pdt/2021/Pdt.SMG tertanggal 8 Desember 2021.

Pemkot kemudian mengajukan permohonan kasasi perlawanan eksekusi tanah Sriwedari ke MA yang putusannya keluar pada 15 Agustus 2022. Berikut perjalanan lengkap kasus sengketa Sriwedari Solo di pengadilan menurut berbagai sumber yang dihimpun Solopos.com:

  • September 1970: ahli waris RMT Wirjodiningrat mengajukan gugatan perdata ke PN Solo
  • Maret 1983: keluar putusan MA yang memenangkan ahli waris. Pemkot mengajukan sertifikat HP 11 dan HP 15 Sriwedari ke BPN
  • Tahun 2002: ahli waris RMT Wirjodiningrat menggugat penerbitan HP 11 dan HP 15 oleh BPN
  • April 2009: Putusan PK Mahkamah Agung mengabulkan permohonan ahli waris dan sertifikat HP 11 dan HP 15 Pemkot dicabut.
  •  Februari 2011: ahli waris menggugat Pemkot agar mengosongkan lahan Sriwedari
  • Juli 2011: MA menyetujui pembatalan permohonan sertifikat HP 11 dan HP 15 atas nama Pemkot. Sriwedari menjadi tanah negara.
  • Tahun 2012: putusan kasasi MA menyatakan tanah dan bangunan di Sriwedari milik ahli waris
  • April 2015: Pemkot mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA 2012.
  • Februari 2016: MA menolak pengajuan PK oleh Pemkot Solo melalui putusan PK MA No 478-PK/PDT/2015 pada 10 Februari 2016
  • September 2018: PN Solo mengeluarkan surat penetapan sita eksekusi lahan Sriwedari
  • November 2018: panitera beserta juru sita PN Solo menjalankan sita eksekusi
  • Februari 2020: PN Solo kembali menerbitkan surat penetapan eksekusi lahan Sriwedari
  • Tahun 2021: Pemkot mengajukan gugatan perlawanan sita eksekusi ke PN Solo
  • Juni 2021: PN Solo menolak gugatan perlawanan eksekusi Pemkot Solo. Pemkot lalu banding ke PT Semarang
  •  Desember 2021: PT Semarang menolak upaya banding Pemkot Solo. Pemkot lalu mengajukan kasasi ke MA
  • Agustus 2022: keluar putusan MA yang mengabulkan gugatan perlawanan Pemkot Solo terhadap sita eksekusi lahan Sriwedari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya