SOLOPOS.COM - Ilustrasi #savesriwedari yang beredar di dunia maya beberapa hari terakhir. Ilustrasi kreatif tersebut diinisiasi Solidaritas Telemaya. (Istimewa)

Sengketa Sriwedari yang berlarut-larut membuat berbagai pihak prihatin.

Solopos.con, SOLO – Beberapa hari terakhir, ilustrasi kreatif bertema Selamatkan Sriwedari menggema di berbagai platform media sosial seperti Blackberry Messenger, Whatsapp, Line, Path, Twitter, hingga Facebook.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ilustrasi itu memuat gambar sepasang lelaki dan perempuan berdiri di mulut Gapura Taman Sriwedari. Keduanya mengenakan pakaian adat Jawa yang jamak dipakai patung Loro Blonyo. Sejoli ini terlihat lekat menatap bagian dalam gapura yang diselimuti warna hitam pekat.

Ilustrasi yang dibuat dengan gaya chalkart (seni menggambar di papan tulis kayu dengan kapur) itu dilengkapi tulisan “Save Bonrojo #savesriwedari” dan stempel bertuliskan “ikon solo”. 

Proyek kreatif tersebut lahir dari benak Anton Rosanto. Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu tergerak membuat produk desain spontan setelah mendengar kabar Sriwedari akan dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Dengan menggandeng salah satu mahasiswanya bernama Vicky Tito Guizar sebagai ilustrator, Anton selama sehari mewujudkan gagasannya.“Ini respons spontan. Saya prihatin melihat berita Sriwedari,” katanya, Selasa (15/9/2015) siang.

Anton membeberkan ilustrasi yang dibuat dengan nuansa kelam tersebut mencerminkan kondisi sengkarut sengketa lahan Sriwedari saat ini.

“Sosok Loro Blonyo dipilih sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran. Mereka [ahli waris] yang ngotot eksekusi ini menurut saya sedang mencari kemakmuran di tahun-tahun yang gelap,” terang dia.

Menurut Anton, dia mulai menyebarkan ilustrasinya, Kamis (10/9/2015) lalu. Ia sendiri tak menyangka garapannya menjadi viral di kalangan netizen yang punya kepedulian dengan Kota Solo.

“Menurut saya, gerakan kampanye penyelamatan Sriwedari tidak bisa sendirian dilakukan. Saya berharap gerakan kecil ini bisa memengaruhi kebijakan pengambil keputusan,” kata dia.

Relawan #kotasolo ini mengungkapkan ia tidak peduli pengelolaan lahan sengketa Sriwedari ke depan seperti apa. Sebagai warga, ia hanya berharap ruang publik yang telah ada sejak zaman Paku Buwana X tersebut tidak lenyap ditelan zaman.

“Sebagai warga kami tidak mempermasalahkan soal hukumnya. Yang penting, Sriwedari bisa kembali jadi ruang publik. Tidak peduli siapa nantinya yang mengelola. Semoga ilustrasi ini bisa jadi pengingat kita semua Bonrojo pernah ada,” ujar dia.

Sementara itu, musisi muda Safina Nadisa memilih jalur lain untuk menyuarakan kepeduliannya pada Sriwedari.

Vokalis sekaligus gitaris band Jungkat Jungkit ini berkicau lewat akun pribadi Twitternya, “Jadi Sriwedari apa kabar? L #savesriwedari,” kicaunya, Sabtu (12/9/2015) lalu. “Hal-hal yang berkaitan dengan seni dan budaya masih dipolitikin juga. Ngilu dengernya,” katanya lagi.

Adis, sapaan akrabnya, mengaku prihatin dengan sengketa lahan Sriwedari yang tak kunjung rampung.

“Banyak seniman yang bakatnya tersalurkan di sana. Sriwedari itu wadah banyak seniman. Sebagai sesama seniman, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain support dan mengekspresikan kepedulian dengan #savesriwedari. Mungkin suatu saat ada dukungan nyata lain sesuai bidangku,” kata dia.

Sosiolog Fisip UNS Solo, Akhmad Ramdhon, menilai gerakan kepedulian sosial masyarakat lewat media sosial tersebut dipantik dari desakan wacana hilangnya ruang publik.

Disinggung soal efektivitasnya memengaruhi pembuat kebijakan, Ramdhon menyebut setiap suara dari bawah berpotensi didengar. “Sangat mungkin didengar. Meski skala kasusnya ada di tingkat daerah,” tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya