Soloraya
Rabu, 16 September 2015 - 10:15 WIB

SENGKETA SRIWEDARI : Tagar Savesriwedari Bergaung di Dunia Maya

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi #savesriwedari yang beredar di dunia maya beberapa hari terakhir. Ilustrasi kreatif tersebut diinisiasi Solidaritas Telemaya. (Istimewa)

Sengketa Sriwedari yang berlarut-larut membuat berbagai pihak prihatin.

Solopos.con, SOLO – Beberapa hari terakhir, ilustrasi kreatif bertema Selamatkan Sriwedari menggema di berbagai platform media sosial seperti Blackberry Messenger, Whatsapp, Line, Path, Twitter, hingga Facebook.

Advertisement

Ilustrasi itu memuat gambar sepasang lelaki dan perempuan berdiri di mulut Gapura Taman Sriwedari. Keduanya mengenakan pakaian adat Jawa yang jamak dipakai patung Loro Blonyo. Sejoli ini terlihat lekat menatap bagian dalam gapura yang diselimuti warna hitam pekat.

Ilustrasi yang dibuat dengan gaya chalkart (seni menggambar di papan tulis kayu dengan kapur) itu dilengkapi tulisan “Save Bonrojo #savesriwedari” dan stempel bertuliskan “ikon solo”. 

Advertisement

Ilustrasi yang dibuat dengan gaya chalkart (seni menggambar di papan tulis kayu dengan kapur) itu dilengkapi tulisan “Save Bonrojo #savesriwedari” dan stempel bertuliskan “ikon solo”. 

Proyek kreatif tersebut lahir dari benak Anton Rosanto. Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu tergerak membuat produk desain spontan setelah mendengar kabar Sriwedari akan dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Dengan menggandeng salah satu mahasiswanya bernama Vicky Tito Guizar sebagai ilustrator, Anton selama sehari mewujudkan gagasannya.“Ini respons spontan. Saya prihatin melihat berita Sriwedari,” katanya, Selasa (15/9/2015) siang.

Advertisement

“Sosok Loro Blonyo dipilih sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran. Mereka [ahli waris] yang ngotot eksekusi ini menurut saya sedang mencari kemakmuran di tahun-tahun yang gelap,” terang dia.

Menurut Anton, dia mulai menyebarkan ilustrasinya, Kamis (10/9/2015) lalu. Ia sendiri tak menyangka garapannya menjadi viral di kalangan netizen yang punya kepedulian dengan Kota Solo.

“Menurut saya, gerakan kampanye penyelamatan Sriwedari tidak bisa sendirian dilakukan. Saya berharap gerakan kecil ini bisa memengaruhi kebijakan pengambil keputusan,” kata dia.

Advertisement

Relawan #kotasolo ini mengungkapkan ia tidak peduli pengelolaan lahan sengketa Sriwedari ke depan seperti apa. Sebagai warga, ia hanya berharap ruang publik yang telah ada sejak zaman Paku Buwana X tersebut tidak lenyap ditelan zaman.

“Sebagai warga kami tidak mempermasalahkan soal hukumnya. Yang penting, Sriwedari bisa kembali jadi ruang publik. Tidak peduli siapa nantinya yang mengelola. Semoga ilustrasi ini bisa jadi pengingat kita semua Bonrojo pernah ada,” ujar dia.

Sementara itu, musisi muda Safina Nadisa memilih jalur lain untuk menyuarakan kepeduliannya pada Sriwedari.

Advertisement

Vokalis sekaligus gitaris band Jungkat Jungkit ini berkicau lewat akun pribadi Twitternya, “Jadi Sriwedari apa kabar? L #savesriwedari,” kicaunya, Sabtu (12/9/2015) lalu. “Hal-hal yang berkaitan dengan seni dan budaya masih dipolitikin juga. Ngilu dengernya,” katanya lagi.

Adis, sapaan akrabnya, mengaku prihatin dengan sengketa lahan Sriwedari yang tak kunjung rampung.

“Banyak seniman yang bakatnya tersalurkan di sana. Sriwedari itu wadah banyak seniman. Sebagai sesama seniman, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain support dan mengekspresikan kepedulian dengan #savesriwedari. Mungkin suatu saat ada dukungan nyata lain sesuai bidangku,” kata dia.

Sosiolog Fisip UNS Solo, Akhmad Ramdhon, menilai gerakan kepedulian sosial masyarakat lewat media sosial tersebut dipantik dari desakan wacana hilangnya ruang publik.

Disinggung soal efektivitasnya memengaruhi pembuat kebijakan, Ramdhon menyebut setiap suara dari bawah berpotensi didengar. “Sangat mungkin didengar. Meski skala kasusnya ada di tingkat daerah,” tutup dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif