KLATEN — Kalangan seniman di Klaten menginginkan Pemkab setempat membangunkan sejumlah patung sebagai ikon atau tetenger potensi masing-masing daerah di Kabupaten Bersinar.
Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima
Hal itu diungkapkan Pendamping Sanggar Lima Benua Klaten, Hari Purnama, di sela-sela Pertunjukan Seni Pop Local Realism di Klaten, Sabtu (19/1/2013). Menurut Hari, di Klaten banyak memiliki keanekaragaman potensi daerah yang membedakan daerah satu dengan daerah lain.
Dia mencontohkan di daerah Jombor dikenal dengan potensi wisata perikanan, Delanggu dikenal dengan produk pertanian berupa padi rojolele, Juwiring dikenal dengan potensi kerajinan payung kertas, Bayat dikenal dengan potensi batik tulis, Melikan dikenal dengan potensi kerajinan gerabah, dan lain-lain.
“Kami berharap Pemkab Klaten bisa membangunkan patung sebagai tetenger atau ikon masing-masing daerah itu. Misal di Jombor itu perlu dibangun patung ikan lele, di Delanggu perlu dibangun patung padi rojolele, di Juwiring perlu dibangun patung payung kertas dan lain-lain,” papar Heri.
Pertunjukan yang digelar Sanggar Lima Benua bekerja sama dengan Komunitas Tengah Sawah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Klaten itu diikuti delapan orang seniman. Masing-masing peserta dirias menyerupai patung sungguhan. Mereka lalu menunjukkan kebolehannya memperagakan diri sebagai patung di 13 lokasi berbeda. Ke-13 lokasi itu meliputi Sanggar Lima Benua, Simpang Empat Pasar Plembon, Kampus Universitas Widya Dharma (Unwidha), bekas Terminal Jonggrangan, Monumen Joeang ‘45, Kantor PMI Klaten, Simpang Lima Klaten, Pasar Kota Klaten, Alun-Alun Klaten, Toko Laris, Setda Pemkab Klaten, Simpang Tiga Tegalyoso dan dekat Patung Ki Narto Sabdo.
Masing-masing lokasi memiliki tema tersendiri yang diusung kalangan seniman ini. Selama di halaman Kampus Unwidha, semua seniman memperagakan diri sebagai patung mahasiswa diwisuda. Selama berada di bekas Terminal Jonggrangan, masing-masing seniman memperagakan patung seorang pengamen jalanan. Selama di Monumen Joeang ’45, semua seniman memperagakan diri sebagai pembuat patung. Selama berada di Pasar Kota Klaten, masing-masing seniman memperagakan diri sebagai patung pedagang dan pembeli.