SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Heboh tentang hari kiamat kembali terjadi. Jika sebelumnya kiamat diidentikkan dengan 12-12-2012, baru-baru ini fenomena alam musim dingin dengan siang terpendek yang dimulai 21-12-2012 juga disebut-sebut debagai hari kiamat.

Melihat hal tersebut, sejumlah seniman lintas negara melakukan sejumlah ritual umbul donga yang disisipi dengan pertunjukan-pertunjukan seni, Jumat (21/12/2012), di Padepokan Lemah Putih, Plesungan, Karanganyar.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sejumlah seniman telah berkumpul pagi itu. Acara bertajuk Srawung Seni Sakral Piramida Mengawang  yang digelar di tengah-tengah padepokan milik Suprapto Suryodarmo ini dimulai dengan pentas Topeng Ireng dari kelompok seni asal Boyolali.

Gerimis tak menyurutkan semangat mereka utnuk terus menari, diiringi hentakan kendang nan rancak. Tak hanya topeng ireng, sejumlah pentas seni seperti tari-tarian dari Makasaar, Palu dan sejumlah daerah lainnya juga ditampilkan. Ditambah atraksi dari sejumlah penari dari Belgia dan penari Venezuela.

Bukan sekadar tarian, koordinator acara, Suprapto, yang akrab disapa Mbah Prapto, menjelaskan acara yang dimulai Jumat dini hari pukul 00.00 WIB itu sebagai simbol doa untuk alam.
“Ketika ada fenomena musim dingin dengan siang terpendek, kami sebagai seseorang yang berada di titik equator mencoba menggandeng dan menggabungkannya,” urainya di sela-sela acara.

Acara yang juga merupakan simbol kerukunan antar umat beragama dan suku itu juga diisi dengan sejumlah upacara tradisional. Kegiatan pertama dimulai oleh dua seniman asal Bali yang memeragakan Upacara Api. Memadukan unsur alam seperti dedaunan, bunga, kayu, air dan api, kedua seniman tersebut memulai upacara api dengan doa-doa didukung panca amerta seperti susu, madu dan gula merah untuk sesembahan para dewa.

Di akhir upacara, mereka menyalakan api yang dikelilingi batu-bata, bunga-bunga dan dedaunan. Api terus dinyalakan sembari dibacakan sejumlah doa. Kobaran api tersebut mengiringi pementasan tari dan musik yang rampung pukul 17.00 WIB.

“Ini adalah bentuk doa kepada dewa. Doa untuk keselamatn kepada semua,” ucap pemimpin upacara, Ida Pedanda sebali Tianyanyar Hambawa.

Seolah tak mau kalah, beberapa menit setelah upacara api, sang tuan rumah memulai upacara kedua yang identik dengan tradisi Jawa. Upacara syukuran kedua ini lebih sederhana karena hanya dilakukan sekitar satu jam. Serangkaian acaranya hanya berdoa bersama dilanjutkan menikmati kudapan sayur mayur yang semua bersumber dari alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya