Soloraya
Senin, 26 Agustus 2013 - 23:45 WIB

SENIMAN SOLO MENINGGAL : Perancang Aula TBS, Hajar Satoto Tutup Usia

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seniman Solo, Hajar Satoto (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Senirupawan senior Solo, Hajar Satoto, tutup usia di kediamannya di Kampung Jahidan, Kelurahan Ngadirejo, Kartasura, Sukoharjo pada Senin (26/8/2013) sekitar pukul 10.00 WIB.

Lelaki yang mendesain bangunan aula Taman Budaya Surakarta (TBS) [Sekarang dikenal sebagai Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT)] tersebut meninggal dunia setelah menderita penyakit stroke sejak sembilan tahun silam.

Advertisement

Istri almarhum, Pardini Wulandari, yang ditemui Solopos.com di samping jenazah sang suami, Senin, mengatakan kondisi lelaki yang akrab dipanggil Pak Totok tersebut mulai menurun Minggu (25/8) malam.

Sekitar pukul 21.00 WIB, kata Wulan, tensi almarhum berada pada 124/25. Ia kemudian memberikan minuman teh hangat dan bubur jagung kepada sang suami.

“Kondisi beliau berangsur membaik. Tensinya juga naik jadi 140/70. Setelahnya, bapak tidur lelap hingga malam,” kenang Wulan.

Advertisement

Ia melanjutkan, pada Senin pagi, Pak Totok mulai bicara tak jelas. Wulan kemudian mandi keramas, mempersiapkan diri karena nalurinya mengatakan hal besar akan terjadi pada sang belahan hati.

“Bapak berpesan, kalau beliau meninggal, keluarga tidak boleh sedih. Lahir dan meninggal itu sama-sama membahagiakan. Beliau mencontohkan, kalau saya pergi ke Jakarta atau ke Amerika, tentu saya akan rindu pulang. Hal tersebut juga berlaku untuk ruh. Ada tempat damai yang selalu dirindukan untuk kembali,” ujarnya.

Dalam pertemuan-pertemuannya dengan para seniman muda atau mahasiswa, kata Wulan, Pak Totok pernah berpesan agar sifat seniman itu tak boleh dipasung. Ekspresi mereka harus keluar dan mewujud dalam karya.

Advertisement

“Keinginan bapak yang belum kesampaian adalah membuat patung saya, tetapi dengan kepala plontos. Sebagai suami, beliau adalah suami yang bijaksana. Sebagai guru, beliau itu baik tetapi kejam. Namun, hal itulah yang mendidik saya hingga hari saya tidak menangis melepas beliau,” kata dia.

Masa Muda

Salah seorang seniman yang datang ke rumah duka, Sri Sadono, 61, mengenang masa mudanya bersama Hajar Satoto. Ia berkisah, mereka pernah menyewa rumah dengan empat orang teman lainnya untuk mengasah jiwa seni mereka.

“Pagi tadi, badan saya serasa lumpuh. Biasanya saya bisa lari pagi hingga dua kilometer. Tetapi tadi saya enggak melakukannya. Saya lama tak berkomunikasi dengan Totok. Saya tak tega melihat kondisinya [stroke]. Baru tadi saya dapat kabar melalui pesan singkat lalu saya kemari,” pungkas seniman yang berjuluk Pak Resi tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif