Soloraya
Kamis, 6 Oktober 2022 - 17:23 WIB

Senjakala Kampung Beton, Saksi Bisu Kesibukan Pelabuhan Terbesar Bengawan Solo

Gigih Windar Pratama  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengendara motor melewati jembatan sasak Bengawan Solo dari arah Kampung Beton, Sewu, menuju Gadingan, Mojolaban, Sukoharjo, Senin (26/9/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Kampung Beton, Kelurahan Sewu, Jebres, Solo, belakangan ini sering diperbincangkan terkait adanya jembatan sasak yang menjadi jalur pintas alternatif Jembatan Mojo yang ditutup untuk perbaikan.

Dari Beton, jembatan sasak membentang di atas Sungai Bengawan Solo ke Gadingan, Mojolaban, Sukoharjo. Pemilihan Beton sebagai lokasi penambatan jembatan sasak bukan tanpa latar belakang.

Advertisement

Konon, Kampung Beton di Kelurahan Sewu menyimpan banyak cerita sejarah terkait kejayaan Sungai Bengawan Solo yang saat itu menjadi salah satu jalur transportasi paling sibuk di Pulau Jawa. Salah satu pelabuhan terbesar ada di Beton, Kelurahan Sewu.

Nama Beton berasal dari nama pelabuhan bandar yang dulu ada di Kampung Sewu. Di era kejayaannya dermaga pelabuhan Beton dulu menjadi persinggahan kapal-kapal besar yang melalui Sungai Bengawan Solo.

Advertisement

Nama Beton berasal dari nama pelabuhan bandar yang dulu ada di Kampung Sewu. Di era kejayaannya dermaga pelabuhan Beton dulu menjadi persinggahan kapal-kapal besar yang melalui Sungai Bengawan Solo.

Dermaga ini juga menjadi salah satu kunci bagi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada zaman tersebut untuk keluar masuknya barang-barang kebutuhan pokok.

Baca Juga: Jembatan Sasak Solo-Gadingan Kembali Dibuka, Pengendara Motor Langsung Antre

Advertisement

Disebutkan dalam buku tersebut bahwa daerah Kampung Sewu dekat Bengawan Solo, terutama Beton, menjadi salah satu lokasi interaksi antara pendatang Arab, China, dan Belanda. Interaksi yang dilakukan adalah melakukan jual beli hingga perjanjian dagang.

Dermaga Beton Mulai Ditinggalkan ketika KA Beroperasi

Rata-rata pemilik gudang tersebut adalah orang-orang Belanda yang menyewakan gudangnya kepada pendatang dari Arab dan China. Banyak dari warga Solo yang mencari nafkah di pergudangan tersebut.

Kejayaan Beton perlahan pudar dan memasuki senjakala pada pertengahan abad ke-19 ketika transportasi darat seperti kereta api sudah mulai digunakan. Hal ini dibenarkan Kepala Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto.

Advertisement

Baca Juga: Soal Jembatan Sasak Beton-Gadingan, DPUPR Solo Pasrahkan ke Balai Besar Sungai

Ia menjelaskan senjakala dermaga Kampung Beton tepi Bengawan Solo mulai pudar memasuki abad ke-19. “Senjakala dermaga Beton itu memasuki pertengahan hingga akhir abad ke-19, terutama ketika kereta api Solo-Madiun sudah mulai beroperasi,” ujarnya dalam wawancara dengan Solopos.com, Kamis (6/10/2022).

Selain itu kondisi sungai di Solo juga mengalami pendangkalan yang disebabkan sistem tanam paksa tahun 1830 yang banyak melakukan penebangan hutan. Akibatnya hutan-hutan gundul sehingga tanah-tanah daratan longsor dan mengendap di sungai.

Advertisement

Pendangkalan ini mengakibatkan banjir di Kota Solo. Daerah Beton yang awalnya adalah lokasi yang strategis dan menguntungkan secara ekonomi menjadi lokasi kumuh yang kerap dilanda banjir.

Wabah Pes di Kampung Beton Sewu

Bengawan Solo yang awalnya jadi tumpuan transportasi dan distribusi barang digantikan oleh moda transportasi darat yang lebih mudah dan cepat. Beton mulai ditinggalkan dan hanya segelintir orang Belanda, China, dan Arab yang tinggal.

Baca Juga: Antisipasi Hanyut, Jembatan Sasak Gadingan-Beton Solo Ditepikan & Ditutup

Mereka pun kemudian bergeser ke Pasar Gede atau Laweyan yang lebih aman dari banjir, sekaligus meningkatkan citra sebagai masyarakat kelas menengah atas yang sukses dalam bisnis. 

Ironisnya, dermaga di Kampung Beton juga menjadi saksi modernisasi transportasi darat saat Jembatan Jurug A Solo dibangun pada 1913, disusul kemudian Jembatan Bacem pada 1915.

Pemerintah Belanda kala itu bekerja sama dengan Keraton Kasunanan dan Kadipaten Mangkunegaran menanggulangi banjir dengan membuat sungai baru atau membuat tanggul.

Baca Juga: Arus Kencang dan Debit Air Naik, Jembatan Sasak Gadingan-Beton Solo Ditutup

Proyek ini berhasil dan membuat Beton kembali bisa digunakan sebagai lokasi pergudangan dan aktivitas juga kembali normal. Tetapi, pendatang dari Belanda, China, dan Arab sudah enggan tinggal di daerah Beton atau Kampung Sewu.

Penyebabnya, wabah pes yang cukup parah melanda Beton dan Kampung Sewu menjadi salah satu lokasi yang paling banyak memakan korban. Selain itu, status sosial membuat para pendatang tersebut gengsi untuk kembali tinggal di sekitar pesisir Bengawan Solo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif