Soloraya
Minggu, 5 Mei 2013 - 23:30 WIB

SEPAK TERJANG EO POLITIK : Ratusan Juta Hingga Tebar Pesona

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilu

Ilustrasi pemilu

SOLO–Siapa pun warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk menjadi wakil rakyat. Namun, jalan menuju ambisi politik itu tidaklah mulus dan mudah. Mereka tidak hanya memiliki dukungan dan basis massa yang kuat, tetapi juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahkan untuk penggalangan massa, muncul event organizer (EO) politik.

Advertisement

Kalau sekadar memiliki dedikasi, kapabilitas dan loyalitas terhadap partai politik tidaklah cukup untuk menjadi legislator. Mereka harus bekerja keras untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Pendulangan suara inilah yang memakan biaya besar.

Mereka harus memilik popularitas agar dikenal masyarakat. Bila tanpa modal duit, popularitas itu membutuhkan proses yang panjang. Apalagi sampai memunculkan simpati masyarakat. Strategi meningkatkan popularitas dengan jalan cepat biasanya dilakukan dengan menyebar gambar dan sosialisasi langsung ke masyarakat.

Advertisement

Mereka harus memilik popularitas agar dikenal masyarakat. Bila tanpa modal duit, popularitas itu membutuhkan proses yang panjang. Apalagi sampai memunculkan simpati masyarakat. Strategi meningkatkan popularitas dengan jalan cepat biasanya dilakukan dengan menyebar gambar dan sosialisasi langsung ke masyarakat.

Bakal calon legislator (bacaleg) dari Partai Amanat Nasional (PAN) Solo, Dedy Purnomo, membutuhkan dana sampai puluhan juta rupiah untuk menjadi anggota DPRD Solo. Berbagai upaya dilakukan Dedy untuk menggalang massa.

Penggalangan massa lewat kader partai, memanfaatkan hubungan pertemanan, tetangga dan kolega. Ia juga bersosialisasi langsung ke masyarakat lewat lembaga, instansi dan kelompok, apa pun namanya asalkan bisa diajak kerja sama.

Advertisement

Strategi tepar ini pasti dilakukan hampir setiap caleg. Mereka memasang gambarnya dalam media poster, spanduk, baliho, leaflet, kaus sampai kartu nama. Pengadaan alat peraga inilah yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dedy menyebut untuk jadi legislator bisa menghabiskan dana Rp50 juta-Rp400 juta.

Seorang YF Soekasno, yang kini menjabat Ketua DPRD Solo harus merogoh kocek Rp60 juta-Rp70 juta dalam pemilihan legislator (pileg) 2009 lalu. Padahal ia sudah cukup dikenal di daerah pemilihan Jebres karena dipercaya menjadi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Gendekan.

“Dulu saya bikin 500-an kaus, masing-masing kalau dihitung Rp15.000/kaus sudah berapa. Belum alat peraga lain, seperti leaflet dan seterusnya. Tapi, sekarang beda. DPP, DPD dan DPC menginstruksikan semua legislator PDIP wajib tiada hari tanpa sosialisasi. “Sawah” yang saya miliki selalu saya pupuk dan dicakul rutin. Ya, pastinya akan memetik hasil. Saya tak perlu nyebar gambar karena gambar saya sudah di hati masyarakat. Daripada untuk buat gambar, lebih baik untuk bantuan pendidikan anak usia dini (PAUD),” kata Wakil Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Rekrutmen DPC PDIP Solo, saat ditemui JIBI/SOLOPOS, Jumat (3/5/2013).

Advertisement

Alokasi anggaran untuk alat peraga ini juga menjadi prioritas di partai lain, seperti Partai Demokrat dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Sekretaris DPC Partai Demokrat Solo, Supriyanto, pun mensyaratkan iuran Rp2 juta untuk setiap caleg untuk pengadaan alat peraga kampanye bersama.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut ada 34 bacaleg asal Partai Demokrat, maka jumlah dana yang terkumpul di partai berlambang mercy itu mencapai Rp68 juta.

Ketua DPC Hanura Solo, Abdullah AA, mengalokasikan anggaran Rp240 juta untuk biaya 1.200 saksi yang disebar di tempat pemungutan suara (TPS). Dana itu didasarkan pada asumsi honor saksi senilai Rp200.000/orang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif