SOLOPOS.COM - Pedagang pakaian di Pasar Kota Wonogiri, Candra Rini, duduk menunggu pembeli menghampiri kiosnya, Rabu (5/7/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Pedagang baju dan aneka sandang di Pasar Kota Wonogiri mengeluhkan kondisi pasar yang semakin sepi pembeli. Omzet mereka bahkan turun hingga 90%.

Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan perubahan pola belanja masyarakat disebut menjadi penyebabnya. Di sisi lain, para pedagang itu enggan mengikuti perubahan zaman, misalnya dengan berjualan secara online.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Salah satu pedagang pakaian, Candra Rini, mengatakan terpaksa menutup dua dari lima kios pakaian yang ia miliki di Pasar Wonogiri. Hal itu karena omzet yang ia dapatkan semakin merosot sejak pandemi Covid-19.

Sejak saat itu, saking sepi pembeli, pedagang baju di Pasar Kota Wonogiri itu bahkan mengaku lebih sering tiduran di kios daripada melayani pembeli. Rini menyebut saat ini untuk mendapatkan omzet senilai Rp500.000/hari saja sangat sulit.

Padahal sebelum pandemi Covid-19, ia biasa mendapatkan omzet senilai Rp4 juta/hari. “Dulu, penghasilan bersih itu bisa Rp700.000/hari. Kalau sekarang, dapat Rp100.000/hari saja sudah ngguya-ngguyu,” kata Rini saat berbincang dengan Solopos.com di lantai I Pasar Wonogiri, Rabu (5/7/2023).

Rini menceritakan banyak kios pedagang pakaian di Pasar Wonogiri yang kini tutup. Usaha jual pakaian sudah tidak lagi menjanjikan.

Pedagang baju di Pasar Kota Wonogiri sudah tidak lagi bisa berharap untung banyak. Yang penting ada uang untuk memutar modal beli pakaian saja sudah sangat bersyukur. 

Perubahan Pola Belanja

“Sehari enggak ada pembeli saja sudah biasa. Jadi di sini bukannya menjual, tapi malah banyak tidurnya. Untung anak saya sudah mentas semua. Jadi tanggungannya enggak terlalu banyak,” ujar ibu dua anak itu.

Rini menjelaskan pandemi Covid-19 begitu banyak mengubah pola kehidupan, termasuk salah satunya cara belanja. Saat ini banyak orang yang memilih membeli barang-barang secara daring.

Akibatnya, mereka yang tidak menjual dagangan hanya secara luring sangat terdampak. Di sisi lain, lanjut dia, warga Wonogiri yang belanja pakaian secara luring, lebih banyak yang memilih belanja di pasar swalayan.

“Sementara, Pasar Wonogiri ini diapit dua pasar swalayan yang menjual pakaian-pakaian itu,” kata pedagang baju di Pasar Kota Wonogiri itu.

pedagang baju pasar wonogiri
Pembeli memilih sepatu di kios milik Ny Udin di Pasar KOta Wonogiri, Rabu (5/7/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Kondisi serupa dialami pedagang sandal, sepatu, dan tas di lantai I Pasar Wonogiri, Ny Udin. Menurut dia, usaha yang sudah ia jalankan selama 40 tahun itu sudah berada di titik nadir.

Dia mengaku uang hasil menjual aneka sandang itu hanya bisa untuk beli makan sehari-hari. “Saestu, untuk dapat uang Rp200.000/hari saja itu susah banget. Kalau dibandingkan dengan dulu, jauh banget. Kami dulu bisa dapat Rp4 juta-Rp5 juta per hari,” kata dia.

Ny Udin memilih tetap bertahan menjajakan aneka sandang itu karena tidak ada usaha lain untuk menghasilkan pemasukan bagi dia. Kian hari, modal yang ia miliki tidak semakin banyak, tetapi semakin berkurang. Hal itu berakibat barang yang ia jual juga semakin berkurang.

Tak Bisa Ikuti Perkembangan Zaman

“Kalau jenengan lihat, ini banyak yang kosong, yang di [rak] atas-atas itu kosong bukan karena barangnya dibeli, tetapi memang tidak ada barang karena enggak punya modal,” ucap Ny Udin.

Hal yang sama diungkapkan pemasok aneka pakaian ke pedagang baju di Pasar Kota Wonogiri, Risa. Penurunan omzet yang drastis dirasakan warga Karanganyar itu sejak pandemi Covid-19.

Sebelum pandemi ia lebih banyak melapak menjajakan pakaian di Pasar Klewer, Solo, dan memasok beberapa pedagang pakaian di beberapa pasar di Soloraya. Omzet harian bisa mencapai Rp20-50 juta/hari. 

“Sekarang setiap hari harus keliling ke pasar-pasar di Soloraya, menawarkan dagangan ke pedagang-pedagang. Sudah seperti itu, belum tentu omzet Rp1 juta bisa didapat. Kemarin saja, saya keliling di pasar di Sragen, hanya laku tiga potong pakaian, total Rp75.000. Hanya bisa buat beli makan sehari,” jelasnya.

Rini, Ny Udin, dan Risa menyadari betul, faktor utama dagangan mereka sepi pembeli karena orang-orang sudah beralih belanja secara daring. Tetapi mereka sama sekali belum tertarik untuk mengikuti hal tersebut.

Dengan usia mereka yang sudah lansia, mereka mengaku merasa sudah tidak bisa lagi mengikuti perkembangan zaman. Menurut mereka, menjual dagangan via daring terlalu ribet untuk seusia mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya