SOLOPOS.COM - Ilustrasi seragam sekolah (JIBI/SOLOPOS/dok)

Ilustrasi seragam sekolah (JIBI/SOLOPOS/dok)

KLATEN—Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Klaten, Pantoro, membela 22 kepala sekolah (kasek) yang dilaporkan Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polres Klaten karena terindikasi melakukan praktik mark up dalam pengadaan seragam sekolah.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Namun begitu, Pantoro meminta 22 kasek proaktif ketika dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) maupun Polres Klaten untuk mengembangkan penyelidikan. Dia meminta semua kasek tidak takut menghadapi prosedur hukum yang bakal dijalankan Kejari maupun Polres Klaten. Pantoro menilai proses penetapan harga dan jenis bahan seragam sekolah sudah melalui prosedur yang semestinya yakni dengan melibatkan rapat bersama komite sekolah.

“Jika dilihat dari prosesnya, sudah sesuai prosedur sehingga tidak ada masalah. Keputusan itu sudah legal. Yang jadi masalah cuma harga jual kain itu yang dinilai terlalu mahal,” ujar Pantoro saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (11/8/2012).

Pantoro mengaku bukan orang lapangan sehingga tidak mengetahui harga kain seragam sekolah di pasaran. Menurutnya pihak sekolah mempercayakan koperasi sekolah untuk mengakomodasi pengadaan bahan seragam itu. Penjualan seragam oleh koperasi sekolah, kata Pantoro, tidak bertentangan dengan Pasal 181 Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

“Antara sekolah dan koperasi sekolah itu beda lembaga. Kepengurusannya jelas berbeda. Jadi tidak masalah jika koperasi menjual seragam sekolah,” papar Pantoro.

Sementara itu, Kepala SMPN 1 Kemalang, Agustinus Bibit, mengakui pihak sekolah bekerja sama dengan koperasi dalam pengadaan bahan seragam sekolah. Namun begitu, dia menegaskan, sekolah tidak memaksa orangtua siswa membeli seragam melalui koperasi.

“Jika ada yang keberatan silakan menemui kami. Kalau memang benar-benar dari kalangan tidak mampu, kami bisa menggratiskan seragam itu. Sekolah tidak akan mendiskriminasikan siswa yang tak mampu bayar seragam,” ujar Bibit.

Bibit juga mengaku tidak mengetahui harga kain seragam di pasaran. Menurutnya penetapan harga kain seragam itu berdasarkan survei yang dilakukan pengurus koperasi sekolah. “Kebetulan koperasi mendatangkan bahan seragam dari Solo, bukan dari Klaten. Pengurus koperasi lebih tahu alasan mengapa memilih mendatangkan seragam dari Solo daripada Klaten,” papar Bibit.

Terpisah, Anggota Formas Pepak, Abdul Muslih, menegaskan bahwa sesuai PP No 17/2010, larangan pengadaan seragam sekolah berlaku untuk tenaga pendidikan baik perorangan maupun kolektif, baik secara langsung maupun tidak langsung. “Melalui koperasi, pengadaan seragam itu dilakukan kolektif dan secara tidak langsung. Aturannya jelas, jadi tidak perlu berpolemik. Biar proses hukum yang berjalan,” tegas Muslih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya