SOLOPOS.COM - Ilustrasi Perppu Cipta Kerja (Tangkapan Layar)

Solopos.com, BOYOLALI–Dewan Perwakilan Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Boyolali kecewa terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada akhir 2022 lalu.

Ketua KSPN Boyolali Wahono menilai seharusnya pemerintah lebih menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Yang jelas kecewa terhadap Perppu itu, karena memang Perppu itu kan sebetulnya hanya akal-akalan pemerintah,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com pada Sabtu (7/1/2023) malam.

Ia paham Perppu Cipta Kerja bisa dikeluarkan presiden lewat pandangan subjektif Presiden yang merasakan adanya kegentingan, salah satunya adalah karena perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada ekonomi global. Namun, Wahono mengatakan seharusnya pemerintah menghormati putusan MK terlebih dahulu.

Ia menjelaskan sempat terdapat uji formal UU Cipta Kerja dan menjadikan UU tersebut inkonstitusionalitas bersyarat. Ia meminta pemerintah lebih memperhatikan hal tersebut.

Wahono menilai UU Cipta Kerja dengan Perppu Cipta Kerja memiliki isi yang hampir sama. Beberapa pakar hukum berpendapat dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja seperti melecehkan putusan MK.

“KSPN berharap bukan Perppu yang keluar, tapi memang betul-betul ada revisi tentang mekanisme pembuatan undang-undang karena yang Undang-undang [Cipta Kerja dengan sistem] Omnibus Law itu tidak biasa di Indonesia,” kata dia.

Ia menjelaskan formal atau pembuatan UU seharusnya melibatkan hak publik dan stakeholders yang berkaitan dengan UU. Ia menyebut dalam kaitannya UU Cipta Kerja seharusnya melibatkan juga serikat pekerja atau serikat buruh.

“Kemudian kalau sudah formalnya diperbaiki, baru materielnya. Isi dari undang-undang itu lo. Bukan tiba-tiba mengeluarkan Perppu,” sambing dia.

Wahono menyebut KSPN ingin selain proses pembuatan UU harus diperbaiki juga ingin isi UU Cipta Kerja direvisi.

Beberapa hal yang dipermasalahkan dalam UU Cipta Kerja masih muncul dalam Perppu Cipta Kerja seperti masalah pengupahan.

“Sekarang kan hilang penghitungan KHL [kebutuhan hidup layak]. Keinginan kami dikembalikan dengan mekanisme survei. Yang benar seperti itu, tapi sekarang di Perppu itu dalam hal pengupahan, pemerintah bisa mengeluarkan peraturan ketika kondisi perekonomian kurang bagus,” kata dia.

Selanjutnya, terkait sistem kerja outsourcing dan PKWT atau perjanjian kerja waktu tertentu. Ia mengatakan banyak pekerja yang statusnya masih pekerja tidak tetap atau PKWT. Wahono meminta terkait PKWT harus benar-benar diatur dan diperketat.

“Padahal di undang-undang mensyaratkan PKWT itu tidak boleh di pekerja utama. Akan tetapi, banyak perusahaan melaksanakan hubungan PKWT,” kata dia.

Kemudian, kata Wahono, masalah penghitungan pesangon untuk pekerja yang beberapa hak dikurangi. Ia mengungkapkan ketika ada pemutusan hubungan kerja (PHK) maka akan ada hak yang didapatkan dari pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

“Uang penggantian hak yang dulu dihitung dari total antara uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dikalikan 15%, sekarang [Perppu Cipta Kerja] yang 15% itu hilang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya