SOLOPOS.COM - Tukiyo berjualan es di depan rumahnya. Selama enam tahun sertifikat tanah ditahan RS karena tidak bisa membayar biaya RS (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Tukiyo berjualan es di depan rumahnya. Selama enam tahun sertifikat tanah ditahan RS karena tidak bisa membayar biaya RS (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Tukiyo berjualan es di depan rumahnya. Selama enam tahun sertifikat tanah ditahan RS karena tidak bisa membayar biaya RS (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Sertifikat tanah milik Tukiyo, 43, warga Dusun Selorejo, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten ditahan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Soeradji Tirtonegoro hingga enam tahun lamanya akibat tidak bisa menebus biaya persalinan istrinya.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Saat ditemui wartawan di rumahnya, Senin (19/8/2013), Tukiyo menjelaskan saat itu istrinya, Parsiyah, 43, menjalani operasi caesar ketika ingin melahirkan bayi kembar berjenis kelamin perempuan pada 2007. Saat itu, Tukiyo mengaku tidak memiliki biaya untuk persalinan istrinya. Saat itu belum ada program Jaminan Persalinan (Jampersal) dari pemerintah pusat.

“Akibat tak punya biaya, istri dan dua bayi saya belum bisa dibawa pulang hingga sepekan lamanya. Pihak RS membolehkan pulang asalkan ada jaminan. Maka dari itu, saya menyerahkan sertifikat tanah kepada rumah sakit sebagai jaminan,” ujar Tukiyo.

Menurut Tukiyo, total biaya persalinan istrinya mencapai Rp6,7 juta. Dia mengaku sudah menyerahkan Rp1,5 juta dari hasil utang ke sana ke mari. Dengan begitu, utang Tukiyo kepada RS tersisa Rp5,2 juta.

“Hingga kini saya belum memiliki biaya untuk melunasinya. Jadi, sampai sekarang sertifikat tanah saya masih ditahan RS,” jelasnya.

Saat ini, dua anak kembar Tukiyo yang bernama Amelia Septi Ramadani dan Amanda Septi Ramadani sudah berusia enam tahun. Keduanya sudah duduk di bangku sekolah TK. Tukiyo selama ini hanya bekerja sebagai penjual es keliling dengan modal gerobak. Setiap hari dia berjalan kaki puluhan kilometer dari satu sekolah ke sekolah lain atau dari satu kampung ke kampung lain.

Sementara istrinya hanya seorang pembantu rumah tangga di Jakarta. Penghasilan keduanya hanya cukup untuk keperluan sehari-hari.

Alih-alih untuk menebus biaya persalinan istrinya, untuk memperbaiki rumahnya yang sudah reyot saja Tukiyo tak mampu. Selama bertahun-tahun, Tukiyo hidup di rumah milik orangtuanya berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu. Beruntung pada 2011 lalu, dia mendapatkan bantuan rehab rumah tak layah huni (RTLH) dari Pemkab Klaten.

Sementara itu, pejabat humas RSUP dr Soeradji Tirtonegoro, Petrus Tri Joko, mengatakan belum tahu perihal adanya sertifikat tanah yang ditahan sejak 2007 tersebut. Dia menyayangkan tidak adanya komunikasi antara keluarga pasien dengan rumah sakit sehingga sertifikat tanah itu tertahan hingga bertahun-tahun. Padahal, menurutnya, semua utang-utang pasien bisa dihapus jika memang tak mampu menanggung semua biaya pengobatan.

“Kami sudah sering menghapus utang milik pasien yang tak mampu menanggung biaya pengobatan. Apakah utang dia sebenarnya sudah dihapus, saya juga tidak tahu,” ujar Petrus.

Petrus meminta keluarga pasien yang bersangkutan bisa mendatangi RSUP dr Soeradji Tirtonegoro dengan membawa tanda bukti penyerahan sertifikat. Dia juga tidak tahu apakah sertifikat itu benar-benar diserahkan kepada RS atau hanya kepada oknum yang bermaksud tidak baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya