SOLOPOS.COM - Salah satu penampil menyajikan tarian saat digelar peringatan Hari Tari Dunia di Pendapa Omah Gasebu, Desa Solodiran, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, Sabtu (6/5/2023). (Istimewa/dokumentasi Jimbling)

Solopos.com, KLATEN —  Ratusan penari tampil pada peringatan Hari Tari Dunia di Pendapa Omah Gasebu, Desa Solodiran, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, Sabtu (6/5/2023). Tak hanya dari Klaten, para penampil berasal dari berbagai daerah.

Kegiatan yang mengangkat tema Wilasita Mataya #3 itu digelar Forum Mahasiswa Pencinta Seni dan Seniman Indonesia (Formatasindo). Ada 20 sanggar dengan 26 penampil dengan jumlah total sekitar 500 penari yang tampil di rangkaian kegiatan itu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Para penampil berasal dari berbagai daerah mulai dari Klaten, Jogja, Banyumas, Solo, dan Semarang. Secara bergantian, mereka tampil di Pendapa Omah Gasebu hingga Sabtu malam. Pada puncak acara, ada penampilan Wayang Parikan Topeng Corek.

“Hari Tari Dunia sebenarnya diperingati pada 29 April. Tetapi karena tahun ini peringatan bertepatan dengan momen Lebaran, kegiatan kami undur 6 Mei 2023,” kata pembina Formatasindo, Sukisno, saat ditemui wartawan di sela kegiatan.

Sukisno mengatakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Tadi Dunia di Klaten itu digelar sebagai upaya untuk melestarikan seni budaya dengan aksi. Selain itu, rangkaian kegiatan digelar untuk mewadahi seniman, sanggar, dan lain-lain yang tidak memiliki ruang untuk mempresentasikan karya mereka.

Para penampil dibebaskan menyajikan karya mereka. Hanya, Sukisno mengatakan pada peringatan kali ini tema yang diusung terkait topeng. “Kami ingin mengembalikan agar topeng itu tidak lagi identik dengan hal-hal negatif. Topeng itu sebuah estetika. Topeng mendukung nilai-nilai seni tari, mendukung karakterisasi tari yang ditampilkan,” kata dia.

Selain itu, setiap daerah memiliki ciri khas topeng masing-masing. Namun, belum banyak yang mengangkat topeng untuk memperkuat ekspresi dan daya tarik penampilan.

Mencari Bibit Unggul Seniman

Salah satu seniman tari di Klaten, Supriyadi Jimbling, mengatakan peringatan Hari Tani Dunia di Pendapa Omah Gasebu menjadi agenda rutin sudah kali ketiga digelar. Kegiatan itu murni swadaya berasal dari urunan alias bantingan para seniman.

Kegiatan itu digelar dengan dengan menggandeng para mahasiswa. Namun, para mahasiswa itu bukan mahasiswa dari jurusan seni tari melainkan mahasiswa umum yang memiliki kecintaan terhadap seni. “Para mahasiswa ini dibebaskan dalam menampilkan ide kreatif mereka,” kata Jimbling.

Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten, Sri Nugroho, mengapresiasi penyelenggaraan Wilasita Mataya #3. Rangkaian kegiatan tersebut menjadi bagian dalam upaya pelestarian seni dan budaya di Kabupaten Bersinar.

Kegiatan sejenis ini menurutnya bisa menjadi ajang untuk mencari bibit unggul di bidang seni dan budaya. Kalau tidak ada kegiatan seperti ini, ia khawatir seni dan budaya akan punah.

“Di Klaten baru kami kaji dengan menggandeng teman-teman seniman menciptakan karya tari khusus dari Klaten. Memang sudah ada Tari Luyung dari Klaten. Tetapi itu lebih ke anak-anak. Kami mencoba agar ada tari khas dari Klaten untuk tingkatan dewasa,” kata Nugroho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya