SOLOPOS.COM - Ujian praktik simulasi mantu pernikahan adat Jawa oleh siswa kelas XII SMAN 1 Wonosegoro Boyolali yang digelar di sekolah setempat pada Selasa dan Rabu (14-15/2/2023). (Istimewa/SMAN 1 Wonosegoro)

Solopos.com, BOYOLALI — Ujian praktik kelas XII SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, untuk mata pelajaran Bahasa Jawa dan prakarya kewirausahaan (PKWU) terbilang unik dan berbeda dibanding ujian pada umumnya.

Anak-anak yang menempuh ujian praktik ditantang untuk membuat simulasi mantu pernikahan dengan adat Jawa. Ujian praktik simulasi mantu tersebut digelar selama dua hari yaitu Selasa-Rabu (14-15/2/2023). Meski hanya simulasi, ujian itu dibuat seperti acara pernikahan riil.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hari Selasa siang, siswa kelas XII memasang bleketepe atau anyaman daun kelapa di depan sekolah. Kemudian mereka melakukan prosesi siraman pengantin perempuan dengan kembang tujuh rupa.

Lalu, acara dilakukan pada Rabu pagi dengan akad yang juga dilaksanakan siswa kelas XII SMAN 1 Wonosegoro Boyolali. Digelar pula resepsi pernikahan dengan adat Jawa dan pada Rabu sore ada prosesi pedang pora di lapangan SMAN 1 Wonosegoro.

Guru Bahasa Jawa SMAN 1 Wonosegoro, Budi Roemaniyati, mengungkapkan ujian praktik simulasi mantu ini sebagai wujud melestarikan budaya Jawa dan membentuk karakter siswa yang baik.

“Siswa kami sangat antusias dengan adanya ujian praktik simulasi mantu ini. Mereka memiliki semangat untuk menyukseskan acara,” jelasnya kepada Solopos.com, Kamis (16/2/2023).

Ia mengungkapkan ujian simulasi mantu ini bukan kali pertama dilakukan akan tetap sudah kali keempat. Senada, Kepala SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Djoko Heriyanto, mengungkapkan ujian praktik itu memang bukan kali pertama, akan tetapi sempat terhenti dua tahun akibat pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021.

Praktik Bahasa Jawa

Djoko menjelaskan pada prosesi pernikahan yang menjadi orang tua, pengantin, penghulu, atur pambagya, pranatacara, make up, dan lain sebagainya merupakan siswa kelas XII. “Ada ijab juga, tapi itu menggunakan nama fiktif, bukan nama sebenarnya,” kata dia.

Ia mengungkapkan dalam ujian praktik tersebut, anak-anak mempraktikkan pembelajaran Bahasa Jawa lewat prosesi-prosesi pernikahan seperti atur pambagya, pranatacara, dan sebagainya. Kemudian, dari sisi PKWU, anak-anak akan belajar mengelola acara seperti mempersiapkan tempat, make up, undangan dan sebagainya.

Menurutnya, pengalaman kewirausahaan tak hanya tentang membuat produk akan tetapi juga mengelola sebuah acara. Hal tersebut hanya bisa diperoleh siswa lewat pengalaman praktik.

Selanjutnya, Djoko mengungkapkan para guru menjadi tamu undangan, sehingga guru ikut menyumbang seperti orang mendatangi pernikahan sesungguhnya. Panitia sebelumnya juga telah memberikan ulem sebagai bentuk undangan pernikahan kepada guru.

“Tujuan kegiatan ini agar anak paham tentang pernikahan dengan adat Jawa. Jadi nguri-nguri kebudayaan Jawa. Jadi semisal suatu saat mereka menikah nanti, pas melakukan proses semisal balang suruh, itu tahu filosofinya. Jadi nanti lebih memaknai,” kata dia.

Ia berharap dengan adanya ujian praktik simulasi mantu dengan adat Jawa dapat membuat siswa SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, semakin mencintai budaya mereka. Djoko merasa semakin banyak pernikahan yang mulai meninggalkan budaya Jawa.

Pengalaman Mengesankan

Sementara itu, Ketua Panitia Simulasi Mantu, Nur Aissyah, merasa sangat bersyukur dapat melaksanakan ujian praktik bersama kawan-kawannya. Ia mengungkapkan persiapan yang dilakukan panitia hanya sekitar tiga pekan.

“Kemarin respons dari bapak dan ibu guru puas, jadi merasa sangat bersyukur. Perasaannya campur aduk, dari senang dan sedih karena sebentar lagi kami akan keluar dari gerbang SMAN 1 Wonosegoro,” kata dia.

Menurut siswa kelas XI MIPA 3 tersebut, ujian praktik simulasi mantu menjadi pengalaman paling mengesankan selama tiga tahun bersekolah di SMAN 1 Wonosegoro.

Ia merasa sebagai siswa angkatan Covid-19 baru bisa secara dekat dengan teman-temannya sewaktu melaksanakan ujian praktik simulasi mantu ini.

“Kami waktu kelas X tidak ada pertemuan tatap muka, kelas XI setengah belajar di rumah, separuh di sekolah. Kemudian kelas XII ini masuk full tatap muka, tapi baru dengan adanya ujian praktik ini kami menjadi lebih dekat karena bisa sering berkumpul,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia berharap dengan ujian praktik simulasi mantu ini dapat dilanjutkan dari tahun ke tahun dan terus dilestarikan agar generasi muda tidak lupa dengan tradisi adat istiadat Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya