Soloraya
Kamis, 24 Mei 2012 - 16:38 WIB

SIMULASI BENCANA: Waduh, Satu Anak Meninggal Tertimpa Atap

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Dok)

Siswa bersembunyi di bawah meja saat simulasi bencana, Kamis (24/5/2012) (Espos/Farid Syafrodhi)

Puluhan siswa SDN 3 Sengon, Kecamatan Prambanan, Klaten, lari terbirit-birit keluar kelas. Suara sirine tanda ada bahaya gempa, meraung-raung dari dalam sekolah. Para siswa berhaburan menuju lapangan depan sekolah. Beberapa di antara mereka juga ada yang berlindung di bawah meja. Pagi itu, mereka semua ketakutan karena genteng, atap dan penyangga atap di sejumlah ruang kelas tiba-tiba roboh.

Advertisement

Mereka juga menjerit-jerit histeris karena kaget. Anak-anak berlari dengan menenteng tas mereka masing-masing di atas kepala. Pagi itu, sebuah gempa bumi berkekuatan tujuh skala richter telah melanda Desa Sengon.

Saat kejadian, satu anak meninggal dunia dan lima anak SD mengalami luka berat. Anak-anak yang mengalami luka berat dilarikan ke rumah sakit dan puskesmas. Sedangkan anak-anak yang berhasil menyelamatkan diri, dikumpulkan di lapangan depan sekolah. Beberapa guru menenangkan anak-anak supaya tidak menangis dan histeris.

Peristiwa itu adalah adegan dalam simulasi bencana yang digelar oleh Pusat Informasi dan Pembelajaran (Pijar) Kebencanaan Klaten, di Monumen Lindu Gedhe, Kamis (24/5). Simulasi tersebut juga sekaligus mengawali peresmian Pijar Klaten.

Advertisement

Salah satu guru SDN 3 Sengon, Bismantoro, mengatakan dengan melibatkan siswa dalam simulasi bencana, maka setidaknya dapat memberikan gambaran kepada mereka bahwa ke depan, bila ada bencana, anak-anak sudah tahu harus berbuat apa. “Enam tahun yang lalu, sekolah ini juga sebagian hancur karena ada bencana yang sangat besar,” ujar Bismantoro.

Kepala Desa Sengon, Sugiyanto, mengatakan pendirian Pijar di Desa Sengon tersebut merupakan momentum bagi warga Klaten untuk mengingat akan kejadian gempa bumi enam tahun silam. Sebisa mungkin, kata dia, catatan buram gempa bumi 2006 lalu dikubur dalam-dalam. “Tapi kami harus bersyukur serta siap siaga bila terjadi bencana alam lainnya,” ungkap Sugiyanto.

Sementrara itu, mantan Gubernur Jateng, Mardiyanto, yang juga penggagas berdirinya monumen Lindu Gedhe, mengatakan Pijar bencana ke depan harus dijaga betul agar menjadi pelajaran bagi anak cucu nantinya ke depan. “Dengan belajar dari pengalaman terdahulu, maka ke depan bisa menjadi lebih baik,” jelas Mardiyanto yang juga mantan Menteri Dalam Negeri itu.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif