Soloraya
Minggu, 20 November 2022 - 10:07 WIB

Siti Walidah, Pejuang Pendidikan bagi Perempuan Muslim di Indonesia

Aghniya Fitrisna Damartiasari  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Potret Siti Walidah (aisyiyah.or.id)

Solopos.com, SOLO–Warga Solo dan sekitarnya pasti tak asing dengan Gedung Siti Walidah. Ya, bangunan utama milik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut terletak di pinggir Jalan Ahmad Yani, Mendungan, Pabelan, Kartasura.

Namun, tidak semua orang kenal dengan nama itu. Ya, nama Siti Walidah diambil dari tokoh penggerak perempuan muslim di Indonesia. Siti Walidah merupakan istri dari penggagas Organisasi Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan. Status tersebut membuat Siti Walidah kemudian lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan.

Advertisement

Dikutip dari umm.ac.id, Jumat (18/1/2022), Siti Walidah lahir di Kauman, Yogyakarta pada 3 Januari 1872.

Meskipun tak pernah mengenyam pendidikan formal sejak kecil, namun Siti Walidah mendapat pendidikan agama yang dari ayahnya. Diketahui ayah Siti Walidah merupakan seorang penghulu keraton.

Advertisement

Meskipun tak pernah mengenyam pendidikan formal sejak kecil, namun Siti Walidah mendapat pendidikan agama yang dari ayahnya. Diketahui ayah Siti Walidah merupakan seorang penghulu keraton.

Baca Juga: 2 Kali Jadi Ketum PP Aisyiyah, Siti Noordjannah Raih Suara Terbanyak

Keluarganya memang dikenal taat dalam beragama. Pada masa itu, masyarakat menyebutkan bahwa haram hukumnya mengikuti pendidikan pada lembaga yang didirikan oleh Belanda. Lagipula, proses pendidikan kala itu masih terbilang konservatif.

Advertisement

Bersanding dengan Kyai Dahlan membuat Siti Walidah menjadi perempuan yang berpengaruh besar dalam dunia pendidikan, utamanya bagi para perempuan. Perjalanannya dimulai dari sebuah kelompok pengajian Sopo Tresno yang dipimpinnya pada 1914.

Mulanya Siti Walidah mengisi pengajian tersebut secara bergantian dengan suaminya. Seiring berjalannya waktu, kelompok pengajian tersebut berkembang menjadi organisasi islam kewanitaan dan berubah nama menjadi Aisyiyah, yang diambil dari nama istri Rasulullah SAW.

Baca Juga: 7 Nama Formatur Terpilih PP Aisyiyah Ditetapan, Ini Daftarnya

Advertisement

Aisyiyah secara resmi didirikan pada 22 April 1917. Bersamaan dengan berkembangnya organisasi tersebut, kegiatan yang dilakukan tak hanya sekadar kajian, tetapi juga mengasuh anak yatim dan melebarkan fokusnya pada pendidikan untuk perempuan.

Berkat Aisyiyah, perempuan di masa itu menjadi lebih mudah dalam mengakses pendidikan. Kendati tak pernah mengenyam pendidikan formal, namun Siti Walidah yang memimpin organisasi tersebut merupakan sosok yang pintar dan berpengetahuan luas.

Dari situlah Siti Walidah kemudian mengusulkan untuk mendirikan asrama yang diperuntukkan bagi kaum perempuan untuk dapat belajar baik ilmu agama, kemasyarakaran, kebangsaan, maupun kenegaraan agar dapat memberikan kontribusi dalam pergerakan nasional.

Advertisement

Langkah yang diambilnya menjadi upaya untuk memerdekakan perempuan. Dirinya ingin menepis anggapan bahwa perempuan hanya bisa melakukan kegiatan di rumah saja. Siti Walidah percaya bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki.

Baca Juga: Puji Muhammadiyah, Puan Maharani: Kakek Saya Dulu Anggota

Berangkatlah Ia bersama dengan pengurus Aisyiyah lainnya ke berbagai daerah untuk dapat mewujudkan gagasan tersebut.

Buah dari kehebatannya, Siti Walidah tercatat menjadi perempuan pertama yang memimpin kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya pada 1926.

Bersama suaminya, Ia membuktikan bahwa anggapan agama Islam merupakan penyebab ketertinggalan bagi kaum perempuan adalah keliru. Siti Walidah pun aktif dalam mengisi berbagai kegiatan kajian dan menjadi penceramah.

Peranannya sebagai pendamping Kyai Dahlan dalam mewujudkan pendidikan berdasarkan agama Islam yang lebih modern tak diragukan. Bahkan, Siti Walidah sering berdiskusi dengan tokoh-tokoh hebat seperti Soekarno, Jenderal Sudirman, dan lain-lain.

Baca Juga: Semua Sekolah Muhammadiyah Dipastikan Libur selama Muktamar di Solo

Perjuangannya tak berhenti meskipun usianya sudah semakin tua. Dalam masa revolusi, Ia menjadi penggiat untuk kaum wanita agar mendirikan dapur umum untuk mereka para pejuang. Hingga akhirnya Siti Walidah tutup usia pada usia 74 tahun di Yogyakarta.

Berkat jasanya dalam kemajuan pendidikan bagi kaum perempuan, Siti Walidah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 042/TK/Tahun 1971.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif