Soloraya
Jumat, 26 Mei 2023 - 15:54 WIB

Situs Wonoboyo Wonogiri Simpan Sejumlah Arca dan Relief, tapi Kurang Terawat

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tinggalan arkeologis berupa relief kera berlatar belakang Hindu di Situs Wonoboyo yang kini menjadi Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri, Jumat (26/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Situs arkeologi Wonoboyo di Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, tidak hanya menjadi lokasi penemuan Prasasti Telang yang merupakan peninggalan era Mataram Kuno tahun 900-an Masehi.

Tempat itu ternyata juga menyimpan sejumlah tinggalan arkeologis berupa arca dan relief. Sayangnya, kondisi benda arkeologis itu tidak terawat dan dalam keadaan memprihatinkan.

Advertisement

Sebagai informasi, Situs Wonoboyo merupakan lokasi ditemukannya Prasasti Telang pada 1933. Prasasti itu berisi titah Raja Dyah Balitung dari Kerajaan Medang atau Mataram Kuno terkait kegiatan penyeberangan di Sungai Bengawan Solo di Desa Paparahuan yang teridentifikasi berada di wilayah Kelurahan Wonoboyo saat ini.

Prasasti yang ditulis di lempengan emas berangka tahun 904 Masehi itu kini menjadi koleksi perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Solo. Pantauan Solopos.com di Situs Wonoboyo yang kini menjadi Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri, Jumat (26/5/2023), terdapat sejumlah tinggalan arca dan satu relief.

Di halaman depan kantor rumah pelayanan itu berdiri arca Prajnaparamita yang diapit dua arca Gupala. Kemudian keluar halaman kantor di sisi pojok kiri terdapat arca Ganesa. Arca-arca tersebut bercat hitam. 

Advertisement

Selain itu ditemukan pula arca Agastya yang kondisinya sudah aus di banyak bagian. Arca itu disandarkan di tembok kiri musala di rumah pelayanan sosial tersebut. Bentuk wajah, tangan, dan atribut patung batu itu sudah tidak tampak jelas.

Ada pula arca yang ditempatkan di belakang musala di kompleks Situs Wonoboyo, Wonogiri. Arca itu diletakkan begitu saja bersama barang-barang lain, sekadar ditidurkan. Bentuk arca itu hanya berupa badan tanpa kepala dan tangan.

Teronggok di Belakang Musala

Sementara itu, masih ditemukan panel relief di belakang musala atau depan parkiran mobil di rumah pelayanan sosial tersebut. Panel relief itu dalam posisi tengkurap atau posisi relief berada di bawah. Beberapa pegawai staf rumah pelayanan sosial tersebut bahkan banyak yang tidak mengetahui bahwa batu itu terdapat relief di bawahnya. 

Advertisement

Penjaga Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri, Wiyono, mengatakan arca-arca tersebut sudah ada sejak dulu di sekitar Panti Sosial Esti Tomo. Pegawai staf dan warga setempat tidak mengetahui betul dari mana asal dari benda-benda lama itu.

Salah satu arca yang ditemuan di Situs Wonoboyo yang kini menjadi Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri, Jumat (26/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Wiyono yang merupakan warga asli Kelurahan Wonoboyo itu menyebut pada 1970-an di tempat itu banyak arca dan panel relief di lokasi Situs Wonoboyo, Wonogiri, itu.

“Sebagian tembok [Panti Sosial Esti Tomo] itu dulu banyak panel reliefnya. Reca-reca [arca-arca] juga banyak ditemukan di sini. Tetapi banyak yang hilang, ada juga beberapa yang dikubur di sumur,” kata Wiyono saat ditemui Solopos.com di Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri, Jumat.

Dia melanjutkan sekarang kondisi arca-arca itu tidak terawat. Benda-benda tinggalan masa lampau tersebut hanya diletakkan begitu saja di sekitar musala. Beberapa yang lain menjadi hiasan di halaman depan kantor rumah pelayanan sosial. 

“Di sini dulu jadi rumah orang Jamu Jago. Kemudian pernah jadi panti asuhan sebelum berubah menjadi Panti Sosial Disabilitas Mental pada 2015 lalu,” ujar dia. 

Tinggalan arkeologis di tempat itu pernah dicatat dan diteliti Titi Surti Nastiti  dan timnya dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hasil penelitian itu diterbitkan dalam Jurnal Amerta berjudul Situs Wonoboyo di DAS Bengawan Solo, Wonogiri: Identifikasi Desa Paparahuan dalam Prasasati Telang (904 M) pada 2016.

Pada saat itu, Nastiti mencatat ada tiga arca di Situs Wonoboyo itu, meliputi Arca Agastya, Ganesa, dan satu arca yang tidak bisa diidentifikasi karena sudah rusak. Selain itu, Nastiti juga menemukan tiga panel relief. 

Tidak Bisa Diidentifikasi

Dia mendeskripsikan arca-arca itu terbuat dari batu andesit. Bagian permukaan belakang Arca Agastya terlihat permukaan yang berlubang-lubang akibat penggerusan yang cukup intensif dan dalam waktu yang cukup relatif lama.

“Hal ini menunjukkan arca tersebut pernah berfungsi sebagai alas untuk menggerus, bukan sebagai arca koleksi yang dipelihara dengan baik,”kata Nastiti.

Menurut dia, kondisi Arca Ganesa dan satu arca lain yang tidak bisa diidentifikasi pun memprihatinkan. Nastiti mengemukakan berdasarkan ciri-ciri ikonografis, Arca Agastya dan Ganesa berasal dari masa yang berbeda.

Arca Agastya memiliki ciri Jawa Tengah, sedangkan Arca Ganesa mempunyai cir Jawa Timur. Dia juga menyebut panel relief di situs tersebut mirip dengan relief di Candi Prambanan.

“Akan tetapi, mengenai kapan relief ini dibuat tidak dapat dipastikan. Mungkin saja usianya jauh lebih muda dari Prambanan,” tulisnya.

Dia menduga benda-benda lama itu bukan berasal dari Situs Wonoboyo, Wonogiri, melainkan benda-benda koleksi pemilik Pesanggarahan Mojoroto di Situs Wonoboyo, Yap Bio Ging. Tinggalan arkeologis baik arca maupun relief itu berlatar belakang agama Hindu. 

Epigraf Sraddha Institute, Rendra Agusta, menambahkan tinggalan arkeologis itu sangat dimungkinkan berupa tiruan dari candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dia menduga arca dan relief tersebut ada sejak abad 20-an. Kendati demikian, seharusnya tinggalan arkeologis itu bisa dirawat dan dijaga dengan baik. 

“Tinggalan masa lampau bisa menjadi milestone masyarakat masa kini. Kita bisa tahu pada zaman itu, tingkat pengetahuan dan peradaban sudah sejauh mana. Di sisi lain, bisa menjadi pelajaran untuk kita melangkah ke masa depan. Kalau ada tinggalan benda-benda arkeologis, maka kunjungi, lindungi, dan lestarikan,”kata Rendra.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif