SOLOPOS.COM - Supartinah, Pemilik SLB Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa (YPSLB) di Desa Rejosari Rt 10/1, Desa Geneng Duwur, Kecamatan Gemolong, Sragen, Selasa (13/8/2013). SLB tersebut kekurangan ruang belajar lantaran terus bertambahnya murid baru. (Fajar Tulus Widiantoro/JIBI/Solopos)

 Supartinah, Pemilik SLB Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa (YPSLB) di Desa Rejosari Rt 10/1, Desa Geneng Duwur, Kecamatan Gemolong, Sragen, Selasa (13/8/2013). SLB tersebut kekurangan ruang belajar lantaran terus bertambahnya murid baru. (Fajar Tulus Widiantoro/JIBI/Solopos)


Supartinah, Pemilik SLB Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa (YPSLB) di Desa Rejosari Rt 10/1, Desa Geneng Duwur, Kecamatan Gemolong, Sragen, Selasa (13/8/2013). SLB tersebut kekurangan ruang belajar lantaran terus bertambahnya murid baru. (Fajar Tulus Widiantoro/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa (YPSLB) di Desa Rejosari Rt 10/1, Desa Geneng Duwur, Kecamatan Gemolong, Sragen kekurangan ruang belajar lantaran terus bertambahnya anak didik baru.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ruangan belajar berukuran 2 meter x 4 meter yang seharusnya hanya mampu menampung empat siswa, kini jumlahnya harus ditambah lagi menjadi tujuh hingga sembilan siswa per kelasnya.

Pantauan Solopos.com, Selasa (13/8/2013) SLB tersebut hanya memiliki dua bangunan. Setiap bangunannya dibagi menjadi beberapa ruang belajar yang hanya disekat dengan menggunakan papan triplek.  Total ruang belajar di dua bangunan SLB tersebut berjumlah sembilan. Satu ruang belajar mampu memuat empat meja dan empat kursi.

Namun sebagian besar ruang belajar lainnya dipaksakan agar dapat memuat tujuh hingga sembilan meja dan kursi.  Menurut pendiri yayasan YPSLB, Supartinah  kondisi ruang belajar mengajar semakin tidak nyaman bagi anak didiknya.

“Saat ini murid bertambah banyak, sudah mencapai 60 perserta didik. Kapasitas ruang belajar semakin tidak mencukupi, terpaksa harus menambah beberapa meja kursi lagi di setiap ruang belajarnya.”

Milik Perorangan

Ia menambahkan jika beberapa waktu lalu, bagian bangunan sekolah telah direnovasi seperti bagian atap dan dapurnya. Semua biaya renovasi berasal dari bantuan berbagai pihak. Namun renovasi tersebut belum mampu mengatasi masalah kekurangan ruang belajar tersebut.

“SLB ini sudah berdiri sejak 1983 silam. SLB tersebut memang berdiri di atas lahan milik saya dan dikelola bersama oleh yayasan. Tetapi dari waktu ke waktu jumlah siswanya terus bertamabah, kami semakin sulit untuk mencari jalan keluarnya,” tambahnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, Joko Saryono menanggapi kondisi SLB tersebut bahwa pihaknya akan memantau kembali kondisi SLB. Namun mengingat SLB tersebut berdiri di lahan milik perorangan, maka pihaknya lebih sulit untuk memberikan bantuan untuk mengatasi persoalan tersebut.

“Memang lebih sulit untuk mengajukan bantuan ke pusat karena lahan SLB milik perseorangan, bukan sepenuhnya milik yayasan. Harusnya semua sertifikat milik yayasan, itu menjadi syarat utama untuk diajukan bantuan penambahan fisik bangunan, ” paparnya.

Joko mengatakan bagaimanapun juga SLB tersebut telah membantu pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pihaknya akan berupaya mencari jalan keluar dengan mengajukan ke pemerintah pusat di bagian Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK).

Fajar Tulus Widiantoro/JIBI/Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya