Soloraya
Senin, 20 Februari 2012 - 06:23 WIB

Soal Dugaan REKAYASA DOKUMEN ALIH STATUS: Mantan Kades Pilih Bungkam

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BOYOLALI--Kontroversi dugaan rekayasa dokumen alih status dari desa menjadi kelurahan Kemiri dan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, terus bergulir. Meski demikian, mantan kepala desa (Kades) Mojosongo dan Kemiri memilih tidak berkomentar terlebih dulu.

Berawal dari temuan Posko Pengaduan Peduli Mutasi dan Pembangunan Boyolali, dugaan rekayasa dokumen usulan warga terkait alih status Kemiri dan Mojosongo menguat. Sejumlah warga Kemiri membenarkan jika tanda tangan mereka dipalsu. Bahkan Mantan Ketua DPRB Boyolali, Miyono, yang tercatat sebagai warga Kelurahan Mojosongo juga geram karena tanda tangan seluruh keluarganya juga dipalsu.

Advertisement

Sekretaris Daerah Boyolali, Sri Ardiningsing, mengatakan proses alih fungsi status sudah memenuhi semua aturan. Terkait ditemukannya tanda tangan palsu, Pemkab disebutnya akan menanyakannya ke pihak desa. Namun Sekda menegaskan Pemkab akan maju terus terkait masalah ini. Proyek relokasi kantor kabupaten Boyolali ke Kemiri tetap dilanjutkan.

Ketika dikonfirmasi mantan Kades Kemiri, Suparso, enggan berkomentar. Begitu juga dengan mantan Kades Kemiri, Marsono. Mereka hanya mengatakan untuk saat ini belum bisa berkomentar banyak.

“Saya belum bisa membeberkan apa-apa dulu. Kami menunggu koordinasi dengan Pemkab terlebih dahulu. Tapi tentang proses itu tanggung jawab ada di camat. Jika sudah tiba saatnya, nanti saya akan berkomentar dan menjelaskan semuanya,” kata Suparso, ketika dihubungi Solopos.com, Minggu (19/2/2012).

Advertisement

Tanggapan serupa juga terlontar dari Marsono. Dia belum bersedia membeberkan kronologi proses pembuatan dokumen usulan warga terkait alih status. “Lebih baik saya tidak berkomentar dulu. Biarkan informasinya satu pintu dari Pemkab,” ujar Marsono singkat.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Boyolali, Bramastia, meminta Pemkab tidak perlu saling menyalahkan dengan elemen di bawahnya, seperti pihak desa. Menurut Bramastia yang diperlukan adalah dialog dengan transparan. Kalau hanya saling menyalahkan, permasalahan justru tidak akan terpecahkan.

“Jangan sampai Pemkab menyalahkan desa, kemudian desa ganti menyalahkan camat, kemudian camat menyalahkan Bupati dan seterusnya. Tidak akan selesai kalau seperti itu terus,” tukas Bramastia ketika menghubungi Solopos.com, Sabtu (18/2/2012).

Advertisement

Bram mengimbau Pemkab justru harus membuka dengan transparan proses alih status Kemiri dan Mojosongo. Jika perlu malah  menggelar dialog dengan warga untuk membuktikan apakah ada pemalsuan dokumen atau tidak. “Perlu ada klarifikasi apakah benar pihak desa telah mendapat usulan dari warga,” tegas Bramastia.

(JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif