Soloraya
Kamis, 22 September 2011 - 11:16 WIB

Soal ijazah paslu, langkah Polda Jateng dipertanyakan

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mahmudi Tohapati (Dok.SOLOPOS)

Mahmudi Tohapati (Dok.SOLOPOS)

Sragen (Solopos.com)–Mantan anggota tim verifikasi Pilkada 2000, Mahmudi Tohpati, justru berbalik mempertanyakan langkah Polda Jateng terkait pernyataan keterlibatan tim verifikasi dalam dugaan ijazah palsu Untung Wiyono.

Advertisement

Dia mempertanyakan mengapa Polda Jateng baru menyatakan dugaan ijazah palsu setelah 11 tahun pasca-Pilkada 2000.

“Polda berarti yang membiarkan fakta dugaan palsu ini. Wewenang tim verifikasi sesuai dengan prosedur yang ada hanya mengecek lengkap atau tidak lengkapnya berkas calon. Kami tidak memiliki wewenang untuk menyatakan ijazah itu sah atau tidak. Sejak Pilkada 2000 sampai 2011, sudah 11 tahun, mengapa Polda baru mengatakan ada indikasi palsu?” tegas Mahmudi saat dihubungi Espos, Rabu malam.

Sejumlah institusi kepolisian, lanjutnya, pernah menyidik kasus itu tapi juga mandek. Seperti, Mabes Polri mengatakan ada indikasi palsu, paparnya, ternyata tidak tindak lanjuti. Demikian pula dengan Polda Metro Jaya.

Advertisement

“Panitia hanya sebatas pengecekan perabot lengkap atau tidak lengkap, bukan ranah kami menyatakan palsu atau tidak palsu. Apa ada aturan UU yang mengatur tim verifikasi Pilkada bisa melakukan intervensi? Tidak ada satu pun pasal di dalam UU 22/1999, yang memberi wewenang kepada tim verifikasi untuk menyatakan palsu atau tidak palsu perabot Pilkada,” tandasnya.

Dalam UU itu, imbuhnya, hanya mengamanatkan berpendidikan formal bagi calon. Dulu, sambung dia, untung melamar jadi Bupati dengan ijazah SE dan melampirkan fotokopi ijazah SMA.

“Sekarang kok kesalahan dilimpahkan ke tim verifikasi? Kalau gugat menggugat, kami akan mengunggat pula. Kami akan cari pengacara,” ungkapnya.

Advertisement

(trh)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif