SOLOPOS.COM - Sugiyamto (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Sugiyamto (JIBI/SOLOPOS/Dok)

SRAGEN–Ketua DPRD Sragen, Sugiyamto, menyatakan pertemuan yang membahas tentang penyelamatan BPR Djoko Tingkir atau pencairan kas daerah (kasda) beberapa waktu lalu bukan merupakan rapat resmi, lantaran tidak ada undangan resmi.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pertemuan tersebut dihadiri pimpinan Dewan dengan Bupati Agus Fatchur Rahman, Wakil Bupati (Wabup) Daryanto dan Kabag Hukum Suharto dan Kepala BPUMD Sragen, Budiyono, serta Plt Sekda. “Bagi saya, pertemuan itu bukan rapat, karena tanpa undangan. Saya hanya dihubungi pejabat yang menerangkan Bupati mau ketemu empat orang pimpinan Dewan. Saya lalu bilang, ini baru ada tiga orang Pimwan. Tapi pejabat itu tetap meminta empat orang. Agendanya pun tak diberitahu,” kisah Sugiyamto saat dihubungi Solopos.com Kamis (2/2/2012).

Dalam pertemuan itu, ungkap dia, hanya ngobrol saja tentang persoalan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Djoko Tingkir. Dalam pertemuan itu, lanjut dia, meminta direktur BPR Djoko Tingkir dihadirkan. Direktur BPR Djoko Tingkir Surono dan Direktur Utamanya, Pono hadir dalam pertemuan itu. Tapi juga belum puas lalu terakhir menghadirkan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Srie Wahyuni.

“Muncul masalah bila kasus kredit macet atas pinjaman pejabat dengan agunan kasda dibiarkan maka BPR Djoko Tingkir akan kolaps. Tapi bila agunan itu dicairkan maka Pemkab akan kehilangan Rp11,7 miliar.

Kuncinya pada Srie Wahyuni untuk tanda tangan atau tidak. Akhirnya Srie Wahyuni dipanggil dan diminta tanda tangan bila nanti sewaktu-waktu dibutuhkan pencairan,” tegasnya.

Menurut dia, Srie Wahyuni semula tidak mau tanda tangan itu. Mendengar penolakan Srie Wahyuni, terang dia, Bupati marah. Kemudian Srie Wahyuni mau memberi tanda tangan. “Tapi dalam surat yang ditandatangani Srie Wahyuni itu, hari dan tanggalnya dikosongi. Saat itu Pak Agus pesan ojo dicairne disik. Tapi tahu-tahu sudah dicairkan. Saya juga tidak tahu pencairannya,” paparnya.

Setelah itu, Sugiyamto mengaku disodori presensi kehadiran untuk tanda tangan. Dia menolak membubuhkan tanda tangan dalam presensi itu.

Padahal tiga orang pimpinan Dewan lainnya sudah presensi. “Meskipun Wabup meminta saya untuk tanda tangan, saya tetap tidak mau tanda tangan, karena pertemuan ini bukan rapat. Masak hanya ngobrol diminta isi daftar hadir. Kalau sampai jadi notulen rapat, namanya tidak benar,” jelasnya.

Pertemuan tersebut terekam dalam CCTV. Dia menyatakan bila dimintai saran dan pendapat atas pencairan kasda, harus berkoordinasi dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan konsultasi ke sejumlah instansi terkait. “Kalau ada keputusan soal itu, ya itu keputuan mereka, bukan keputusan Dewan. Setelah kami mengetahui adanya pencairan belakangan, maka nilai kasda Rp11,7 miliar itu menjadi catatan khusus dalam APBD-Perubahan 2011. Kalau pihak jaksa atau pengadilan meminta keterangan Dewan, kami siap menyampaikan apa adanya,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Forum Komunikasi Organisasi Kepemudaan Sragen (Forkos), Jamaludin Hidayat, rapat informasi itu belum memutuskan apa-apa. Persoalan pencairan kasda itu, sambung dia, sesuai dengan surat dari Bank Indonesia (BI) tidak perlu mendapatkan rekomendasi dari Bupati. “Saya berharap pernyataan-pernyataan yang terjadi dalam persidangan antara Bupati dan Wabup tidak sampai menimbulkan perpecahan. Memang ada perbedaan waktu pemeriksaan. Bupati diperiksa sampai dua jam, sedangkan Wabup sekitar 15 menit. Pernyataan Bupati yang menyingung Wabup terlihat tidak digali dalam persidangan ketika Wabup menjadi saksi,” pungkasnya.

(JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya