SOLOPOS.COM - ilustrasi wisata virtual (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Soeracarta Heritage Society (SHS) menjajaki potensi wisata virtual objek-objek wisata bersejarah di Kota Solo. SHS menilai Solo memiliki khasanah sejarah yang kaya dan bisa dijual dalam bentuk wisata virtual kampung kota.

Perwakilan Soeracarta Heritage Society (SHS), Sita Ratih Pratiwi, mengatakan sudah tiga kali menjalankan tur virtual, meski dari hasil evaluasi, ia menilai masih kurang sempurna. Peluang itu ditangkap SHS setelah melihat komunitas wisata di negara lain yang memulai sejak awal Pandemi dan mereka cukup sukses dengan tur berbayar yang tidak murah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Di Indonesia belum banyak, utamanya yang berbasis komunitas atau pelaku wisata lokal,” katanya dalam diskusi kelompok terbatas yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo di Hotel Swiss-Bell Saripetojo, Solo, Kamis (3/2/2022).

Baca Juga: Pariwisata Solo Butuh Atraksi dan Inovasi

Sita mengatakan wisata virtual termasuk di Solo menjadi potensi yang menjanjikan apabila digarap dengan dukungan pemerintah. Mereka memiliki akses, sumber daya manusia, teknologi, dan perantinya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Solo tinggal bersinergi serta berkolaborasi dengan komunitas masyarakat, pelaku wisata lokal, dan sebagainya. Salah satu kegiatan tur virtual yang dalam waktu dekat digelar di Solo adalah Mubeng Jateng. Kebumen menjadi daerah pertama yang dijelajah secara maya.

Salah satu penggagas Mubeng Jateng, Sigit Tri Prabowo, mengatakan gagasan tur virtual bermula dari diskusi beberapa pelaku wisata terkait lesunya industri pariwisata sebagai dampak pandemi. Namun, hingga dua tahun pandemi, tren wisata virtual hanya fokus untuk promosi.

Baca Juga: Jadi Percontohan, Wellness Tourism Solo Malah Tak Masuk Kalender Event

Sarana Promosi

“Padahal tur virtual bisa menjadi paket wisata komersial dengan garapan yang berbeda, selain sebagai sarana promosi. Komunitas punya peluang besar, karena mereka bisa lebih fokus, selain kedalaman topik, engagement dengan pemirsa. Hal-hal itu biasanya lebih lekat dengan komunitas daripada oleh lembaga pemerintah,” ucap Sigit.

Ia menyebut wisata virtual tak melulu harus meminta pemirsa untuk membayar, tapi bisa dari sponsor. Sigit sendiri mengaku sudah menjual paket wisata virtual berbayar sejak pertengahan 2020 dan sejauh cukup banyak peminat meski tak sebanyak wisata konvensional.

Baca Juga: 7 Kampung di Solo Diusulkan Jadi Destinasi Wisata Sejarah, Mana Saja?

“Triknya harus fokus, jangan sampai terlalu luas informasinya. Ambil topik yang kecil, tapi tajam dan bisa diperdalam. Kalau membuat wisata virtual di Solo, misalnya hanya soal Pasar Gede, Loji Wetan, dan sebagainya,” ucapnya.

Selanjutnya susun narasi yang membangun engagement. Butuh story telling yang menarik dan tembak segmen yang pasti saat menjual. “Pilih lokasi yang visual dan kisahnya menarik, serta bisa berinteraksi langsung,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya