Soloraya
Minggu, 19 Februari 2012 - 23:40 WIB

SOLO KEKURANGAN Puluhan Ribu Ton Beras

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok)

ilustrasi (dok)

SOLO–Wong Solo minus atau kekurangan persediaan puluhan ribu ton beras tiap bulannya menyusul semakin sempitnya lahan pertanian produktif.

Advertisement

Kondisi itu diakui Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kota Solo, Weni Ekayanti saat dihubungi Solopos.com, Minggu (19/2/2012). Menurut dia berdasar standar pemerintah, setiap orang atau warga Indoensia membutuhkan tujuh kilogram beras/bulan. Dengan jumlah penduduk Solo 499.337 orang, berdasar survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, artinya wong Solo membutuhkan beras 3.495.359 kilogram beras per bulan.

Dalam satu tahun warga Solo membutuhkan beras 41.944.308 kilogram. Namun pada praktiknya produksi beras dari Kota Solo sejak belasan tahun terakhir jauh di bawah angka kebutuhan itu. Penyebabnya lahan pertanian yang sangat kecil karena tidak menjadi prioritas program Pemkot setempat. Sebagaimana diketahui, Pemkot fokus pada pengembangan Solo sebagai kota perdagangan dan jasa.

“Dengan luas lahan hanya 89 hektare sawah dan 43 hektare tegalan, Solo tidak mampu mencukupi sendiri kebutuhan beras. Sehingga selama ini dan ke depannya akan terus bergantung pada daerah pertanian penyangga lumbung padi di sekitarnya,” terang Weni.

Advertisement

Dia menerangkan kendati luas lahan pertanian sawah Solo 89 hektare namun praktiknya hanya sebagian kecil saja yang digarap. Berdasar data bulanan produksi padi tahun 2011 diketahui luas sawah yang ditanami padi bulan Januari 24 hektare, bulan Februari dua hektare, Maret 31 hektare, April 30 hektare dan Mei 25 hektare. Fenomena hanya sebagian sawah yang digarap terjadi sepanjang tahun 2011. Sehingga luas panen padi tiap bulannya sepanjang 2011 juga rendah. Luas panen padi paling banyak terjadi desember 2011 sebanyak 34 hektare.

“Tapi yang perlu dicatat yakni pertanian bukan semata sawah, banyak sektor cabang lainnya,” imbuh dia.

Weni melanjutkan dengan keterbatasan lahan bisa dikembangkan vertikultur atau pengembangan tanaman secara vertikal. Pada bagian lain fenomena alih fungsi lahan pertanian terus berlangsung di kawasan Solo utara. Sejauh ini belum ada upaya untuk mengerem alih fungsi lahan baik oleh kalangan legislator maupun eksekutif. Padahal alih fungsi lahan secara besar-besaran 10 tahun terakhir membuat konsep pengembangan tata kota tidak jelas. “Tinggal menunggu waktu lahan pertanian berganti dengan gedung-gedung kokoh,” ungkap Warsih Warso, petani Mojosongo.

Advertisement

(JIBI/SOLOPOS/Kurniawan)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif