Soloraya
Senin, 28 November 2011 - 14:11 WIB

(Laporan Khusus)--Solo krisis air

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ilustrasi (Dok.SOLOPOS), AIR BERSIH -- Warga mengisi ember penampungan air bersih di kawasan Sibela Perumahan Mojosongo, Solo, Senin (10/10). Bantuan air bersih dari PDAM yang datang setiap dua pekan sekali itu hanya untuk keperluan memasak dan air minum. (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Solo (Solopos.com)–Malam-malam Sapto, warga Dempo Barat, Mojosongo, Solo  kini lebih tenang, tidak dihinggapi kekhawatiran soal pasokan air. Dua tahun lalu, setiap malam, dia harus menyimpan air PDAM untuk pagi harinya.

Advertisement

Maklum, bukan hal aneh, air PDAM tidak mengucur pada pagi hingga sore hari. Dia dan ribuan warga Mojosongo terpaksa memasang tandon untuk persediaan air. Air PDAM adalah harapan utama warga dalam pemenuhan air bersih.

Dalam memenuhi kebutuhan air, PDAM Kota Solo dalam beberapa waktu terakhir, lebih tegas kepada pelanggan. Pelanggan yang sering menunggak tagihan, sambungan airnya langsung diputus. Alhasil, jumlah pelanggan PDAM menyusut dari 55.338 pelanggan pada tahun lalu, tahun ini menjadi 55.229 pelanggan.

Direktur Teknik PDAM, Maryanto, beralasan biaya produksi air saat ini semakin mahal, tidak seperti dulu. Cara mendapatkannya juga tidak gampang. “Lihat saja, dari 26 sumur PDAM, makin tahun volumenya menyusut rata-rata 4,4 liter/detik dalam setahun, “ paparnya, pekan lalu.

Advertisement

Pada 1995, sejumlah sumur dalam memiliki debit rata-rata 450 liter/detik. Lalu, pada 2010, debit air sumur berkurang menjadi 385 liter/detik.

Lalu, pelanggan yang diputus sambungannya, diperkirakan memanfaatkan air bersih dari air tanah dangkal (kurang dari 50 meter) dari sumur warga. Dulu, kondisi sumur air dangkal relatif masih bersih untuk digunakan kegiatan domestik maupun konsumsi.

Kini, permukiman semakin padat. Kualitas sumur air dangkal juga menurun. “Kondisi air sumur atau air tanah dangkal, sekarang ini, semakin menurun dari sisi kualitas akibat pencemaran serta bakteri E-coli,” tandas Maryanto.

Advertisement

Menurunnya kualitas air di Kota Solo pernah diteliti oleh Kun Yulia Hidayati, dalam tesis di Program Ilmu Lingkungan UNS. Dia memberikan alarm bagi masyarakat maupun pemerintah untuk segera waspada terhadap krisis air bersih yang dipasok air tanah dalam (lebih dari 50 meter) di Kota Bengawan.

Hasil penelitian Kun yang rampung pada 2009 lalu menyebut ketersediaan air tanah dalam pada 2012 diperkirakan hanya 21 juta m3. “Prediksi ketersediaan air itu bisa benar dengan catatan apabila tidak ada langkah konkret dari pemerintah dalam hal pengendalian, pengawasan maupun konservasi air serta alam. Volume itu memang menyusut dibandingkan dengan volume air tanah pada 2006 yang sebesar 33 juta m3,” paparnya.

(aps)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif