SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Senin (20/6/2022).

Solopos.com, SOLO — Draf Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kembali memantik keresahan. Banyak pasal yang membuat warga sipil, pers, aktivis, hingga peneliti mudah dipidanakan, tetapi draf RUU itu masih tertutup rapat.

Hingga kini, draf yang kali terakhir dirilis pemerintah adalah draf September 2019. Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum membuka draf terbaru. Padahal beredar informasi bahwa draf itu akan disahkan bulan depan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Berdasarkan catatan sejumlah kelompok masyarakat sipil, terdapat sejumlah masalah dalam draf RUU KUHP yang beredar. Pertama, terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Pasal 218 mengancam siapa pun yang, menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dengan pidana 3,5 tahun penjara. Meskipun itu hanya bisa diadukan oleh presiden dan wakil presiden.

“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat dir Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 218.

Baca juga: Banyak Pasal Bermasalah di RKUHP, Sebagian Mengancam Kebebasan Pers

Kedua, aturan tentang tindak pidana terhadap ketertiban umum. Pasal 240 mengancam siapa pun yang menghina pemerintah dan mengakibatkan kerusuhan akan diancam hukuman tiga tahun penjara.

“Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinva kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Begitu pula Pasal 241 yang mengancam siapa pun yang menyebarluaskan tulisan atau gambar berisi penghinaan di media sosial dengan hukuman empat tahun penjara. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Senin (20/6/2022).

Ketika Simpang Joglo Bernafas di Akhir Pekan

SOLO — Sibuk, macet, dan debu yang beterbangan adalah gambaran kawasan Simpang Joglo pekan lalu. Proyek pembangunan rel layang simpang Joglo yang saat itu memasuki relokasi gorong gorong (box culvert) membuat badan jalan mensalami penyempitan.

Akhir pekan lalu, warga di sekitar simpang Joglo bisa sedikit bernapas lega. Setidaknya, jalur di simpang tujuh tersebut sedikit lebih lengang, dibandingkan pada hari-hari kerja. Sebagai catatan, sejak Rabu (15/6/2022) lalu, proyek telah memasuki tahap pembuatan detour track atau jalur pengalihan untuk kereta api.

Berdasarkan pengamatan Solopos, Sabtu-Minggu(18-19/6/2022), jumlah pengguna jalan pada akhir pekan jauh lebih menurun pada Sabtu malam. Perbedaan besar terjadi pada jam-jam berangkat kerja dan makan siang.

Baca juga: Sabtu-Minggu Siang, Lalu Lintas Simpang Joglo Solo Malah Lengang Lur

Pada Sabtu, kepadatan lebih banyak terjadi pada sore hingga malam hari atau tepatnya sekitar pukul 17.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Saat itu, kendaraan berbagai jenis memadati simpang Joglo, mulai dari truk hingga sepeda motor. Mereka terjebak kemacetan sedikitnya selama tujuh menit dari JI. Ki Mangunsarkoro menuju JI. Sumpah Pemuda.

Dari arah JI. Brigien Katamso, kemacetan mash tidak terhindarkan. Kemacetan itu bersamaan waktu pulang kerja karyawan swasta dan para muda-mudi yang mulai keluar untuk bermalam Minggu. Meski kemacetan sempat terjadi, kepadatan lalu lintas tidak separah pada hari-hari kerja.

Sedangkan pada Minggu pagi, lalu lintas relatif lebih lengang. Lalu lintas kembali memadat menjelang siang atau memasuki pukul 11.00 WIB. Meski demikian, dalam pengamatan Solopos, kepadatan yang terjadi tidak menimbulkan kemacetan yang parah. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Senin (20/6/2022).

Akan Bahas Layanan Keswa

SOLO — Legislator dari Komisi IV DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan, akan membawa keluhan warga soal layanan kesehatan jiwa (keswa) yanq minim di puskesmas dalam rapat evaluasi dengan Dinas Kesehatan Kota (DKK), Senin (20/6/2022).

Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga mempertanyakan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang belum menyediakan layanan psikolog di puskesmas. Mereka mendorong Pemkot menyediakan layanan kesehatan jiwa dengan harga terangkau.

Dorongan itu mereka sampaikan di Unit Lavanan Aduan Surakarta (ULAS). DKK, di sisi lain, melalui laman ULAS mengakui belum ada layanan psikolog maupun psikiater di puskesmas. Saat ini, layanan kesehatan jiwa di puskesmas belum terselenggara merata.

Baca juga: Ratusan Jiwa di Jawa Tengah Dipasung Karena Alasan Malu dan Aib

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, hampir 12 juta orang pada kelompok umur di atas 15 tahun mengalami depresi dan hanya 9% yang menjalani perawatan medis. Ginda mengatakan permasalahan layanan psikolog dan psikiater akan disampaikan dalam pertemuan antara DPRD Kota Solo dengan DKK pada Senin ini.

“Oh besok ini kami pertemuan, besok langsung disampaikan. Senin kami sudah ketemu kok dengan Dinas Kesehatan. Nanti akan dibawa (disampaikan] ke sini,” terang Ginda saat dihubungi Solopos, Minggu (19/6/2022). Aduan tersebut akan menjadi bekal awal untuk menggali lebih dalam kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan mental dan layanannya.



“Itu kan juga menjadi data awal kami untuk mencari lebih dalam soal kesehatan mental seperti apa. Jangan jangan pemerintah kota sudah punya data, misalnya jumlah orang yang mempunyai masalah kesehatan mental sehingga butuh psikolog atau apa gitu dan kami saling mengisi,” tutur dia. Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Senin (20/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya