SOLOPOS.COM - JIBI/Solopos/Burhan Aris Nugraha

Solopos.com, SUKOHARJO — Manager Divisi Pencegahan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat, Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM), Fitri Haryani, Senin (17/10/2022) mengatakan hingga September 2022 aduan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mencapai 58 kasus.

“Tahun ini sampai bulan September ada 58 kasus, Kasus 2019 ada 64 kasus, pada 2020 ada 80 kasus. Untuk tahun 2021 sejumlah 74 kasus,” jelas Fitri kepada Solopos.com melalui sambungan telepon.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sebanyak 80% dari mereka berusia produktif antara 25 tahun hingga 35 tahun. Fitri menyebut faktor KDRT tak tunggal, korban biasanya ditelantarkan sementara pelaku sudah punya pasangan lain.

“Untuk yang KDRT, korban lebih banyak digantung statusnya, jadi pihak laki laki enggak mau dicerai, tetapi tidak mau bertanggung jawab dalam keluarga. Kami fokus perempuan ya pendampingannya. Kalau [kekerasan dalam pacaran] KDP masih ada, biasanya bentuknya kekerasan seksual atau penyebaran foto PAP jadi masuk kekerasan gender berbasis online,” terang Fitri.

Beberapa aduan yang dia terima justru berkebalikan dengan aduan korban ke Polres Sukoharjo. Fitri justru menerima lebih banyak korban perempuan yang bekerja, sementara kebanyakan korban berasal dari Solo.

Baca juga: Arti Mimpi KDRT Tak Selalu Pertanda Buruk

“Kami paling banyak masih [menerina aduan dari] Solo, bisa jadi karena lokasi kantor kami di Solo. Pertimbangan mereka untuk bercerai itu bukan hanya faktor ekonomi tapi juga faktor soal mempersiapkan psikologis anak menjadi pertimbangan utama, dukungan keluarga dan lingkungan juga,” ujar Fitri.

Fitri mengimbau untuk menekan angka kasus itu perlu pentingnya peran semua pihak untuk memberikan perlindungan atau prespektif berpihak pada korban.

Selain itu pemerintah diharapkan memiliki program untuk melakukan pencegahan yang lebih edukatif dan menyasar semua elemen.

Jika menjadi korban, masyarakat diharapkan untuk berani bicara pada orang yang tepat sehingga akan mendapatkan dukungan. Menurutnya  memberikan perlu adanya edukasi tentang nilai kesetaraan, toleransi, dan kemanusiaan.

Baca juga: Warganet Adukan Lesti Kejora dan Rizky Billar ke KPI

Kasus di Sukoharjo

Sementara, aduan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Sukoharjo ditemukan terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sukoharjo kasus tersebut meningkat dari 15 aduan pada 2021 menjadi 19 aduan hingga September 2022.

“12 sudah dicabut 5 sudah penyelidikan, 2 naik menjadi penyidikan. Rata-rata karena masalah ekonomi kemudian cekcok. Itu mayoritas semua dialami istri, KDRT rata-rata ringan tidak sampai menyeybabkan tidak bisa beraktivitas,” terang Kanit PPA Polres Sukoharjo, Ipda Ika Resta Bertyana saat ditemui di kantornya, Senin (17/10/2022).

Proses pendamaiannya bisanya ditemukan oleh kedua belah pihak, karena dari pihak perempuan kebanyakan tidak memiliki pekerjaan dan hanya mengandalkan pihak suami maka memilih membuat kesepakatan dan berdamai.

Baca juga: Polisi Tanggapi Rumor Ayah Lesti Kejora yang Laporkan KDRT

“Di Sukoharjo merata tidak ada satu lokasi tertentu yang paling banyak atau paling sedikit. Usia pernikahan pun berbeda-beda ada yang sudah berumur [usia pernikahannya] ada yang baru dua tahun menikah,” terang Ipda Ika.

Dia mengatakan selain faktor ekonomi terkadang pasangan suami istri tersebut belum sepenuhnya memahami karakter pasangannya hingga akhirnya memicu cekcok rumah tangga. Kasus KDRT yang diajukan di Polres Sukoharjo rata-rata selesai dengan perdamaian.

“Karena masih banyak faktor, terkadang selain ekonomi karena masih cinta, punya anak sehingga masih butuh biaya padahal pihak istri tidak bekerja. Kalau dua kasus berlanjut di tahun ini, keduanya sudah dalam proses cerai dan memang tidak mau rujuk,” jelas Ipda Ika.

Dua kasus itu juga naik penyidikan lantaran KDRT terus berulang dan tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak sehingga korban merasa kapok.

Pelaku akan mendapat ancaman hukum Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23/2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Baca juga: Arti Mimpi KDRT Tak Selalu Pertanda Buruk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya