SOLOPOS.COM - Pegawai DLH bersama perangkat desa, warga, hingga anak SD di Desa Tanggan mengikuti apel Hari Peduli Sampah Nasional 2023 di TPA Tanggan, Gesi, Sragen, Kamis (23/2/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Setelah lima tahun, Sragen akhirnya kembali meraih penghargaan Adipura pada 2022 yang akan diserahkan di Jakarta pada 28 Februari 2023 mendatang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sragen, Rina Wijaya, mengungkapkan penilaian Adipura dilakukan pada 2022 saat DLH masih dipimpin Tedi Rosanto. Indikator dengan penilaian tertinggi itu terletak pada pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir TPA di Tanggan, Gesi, Sragen.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Prinsipnya dalam penilaian Adipura itu terletak pada tiga hal, yakni pengelolaan, penanganan, dan pengurangan sampah. Kami terakhir menerima Adipura itu pada 2017 yang diserahkan di 2018. Selama pandemi Covid-19 (2020-2021) tidak dilakukan penilaian. Baru 2022 ada penilaian Adipura kali pertema setelah Covid-19 dan Sragen bisa meraih,” jelasnya kepada Espos, Kamis (23/2/2023).

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mengapresiasi keberhasilan meraih penghargaan Adipura saat menjadi pembina apel Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 yang dihelat di halaman depan TPA Tanggan, Kamis.

Ia berkomitmen mengoptimalkan pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanggan dan pengolahan sampah berawal dari sekolah, khususnya sekolah dasar (SD) dengan status Adiwiyata.

Ia merencanakan ada 10 SD yang menjadi pilot project dalam pengolahan sampah dari hulu. SD dipilih karena lebih mudah membangun kesadaran peduli lingkungan sejak dini daripada membangun kesadaran pengolahan sampah dari basis perkampungan, seperti rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW).

Penataan Pengelolaan Sampah

Yuni mengatakan perlu ada penataan penanganan sampah mulai dari hulu sampai hilir. Penataan di hilir, TPA Tanggan sudah diperluas, DLH pun sudah menggandeng pihak ketiga dalam pengolahan sampah menjadi pupuk organik tanpa mengeluarkan dana APBD sepeser pun.

“Pengolahan sampah di hulu, kami akan bekerja sama dengan SD, yakni mulai dari SD adiwiyata dulu. Dengan mengolah sampah dari SD, otomatis memilih anak sekolah sebagai pilot project. Ini lebih mudah daripada memilih warga perkampungan. Pengolahan sampah di satu zona perkampungan seperti RT atau RW itu lebih sulit karena sudah diaplikasikan di daerah lain,” jelasnya.

Sekolah yang menjadi  pilot project akan diberi insenerator sehingga pengolahan sampah selesai di sekolah. Debu hasil pembakaran sampah bisa dicetak menjadi batu bata sehingga semua sampah terolah dan tidak ada lagi sampah yang dibuang ke TPA.

Yuni menjelaskan sebenarnya Sragen memiliki sejumlah tempat pengolahan sampah reuse, reduce, recycle (TPS3R). Sayangnya belum semua berfungsi maksimal karena beragai kendala pada Pengelola nya. Salah satunya karena pendapatan tidak sesuai dengan biaya operasional. Selain itu, peralatan pengolahan sampah di TPS3R juga belum lengkap.

“Program tuntas sampah di desa atau berbasis perkampungan sudah pernah dilakukan tetapi belum maksimal meskipun ada dukungan dana desa (DD). Pengolahan sampah fokus ke perkotaan karena pola pikir di desa masih primitif, yakni membuang sampah dengan membuat lubang di pekarangan masing-masing,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya