SOLOPOS.COM - Ilustrasi petugas kesehatan hewan mengubur bangkai sapi demi mengantisipasi penyebaran penyakit antraks. (Antara-Sutarmi)

Solopos.com, WONOGIRI — Sumber penularan bakteri antraks pada seekor sapi ternak yang mati mendadak di Desa Watuagung, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, pertengahan Juli 2023 lalu masih misteri.

Belum diketahui dari mana sumber penularan antraks pada sapi tersebut. Kepala Bidang Veteriner Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri, Magdalena Pancaningtyas, mengatakan sapi yang mati di Baturetno merupakan sapi anakan berusia sekitar enam bulan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sapi itu hasil pengembangbiakan, bukan hasil membeli dari luar kecamatan maupun dari luar Kabupaten Wonogiri. Di sisi lain, induk sapi tersebut negatif antraks.

Hal itu membuat petugas kesehatan hewan kesulitan mengetahui secara pasti dari mana sumber penularan antraks pada sapi di Baturetno itu. Dia menjelaskan sapi di Baturetno, Wonogiri, yang kena antraks itu mati secara mendadak pada 16 Juli 2023.

Pemilik sapi langsung melaporkan kejadian itu ke Dislapernak yang kemudian datang ke lokasi untuk mengambil sampel. Sampel itu lalu dikirim ke laboratorium Balai Veteriner Wates Yogyakarta.

Hasilnya yang keluar pada 26 Juli 2023 menyatakan sapi itu positif antraks. “Kami sudah lakukan pelacakan, surveilans, tetapi saat ini belum diketahui dari mana sumber penularan [antraks]. Sapi itu tidak pernah keluar. Sedangkan sapi indukannya itu tidak tertular, negatif antraks,” kata Tyas saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (10/8/2023).

Tyas menyebut pemilik ternak sempat menduga sapi itu mati akibat efek vaksin Penyakit Mulut dan Kaki [PMK] yang diberikan beberapa waktu sebelumnya.

“Tetapi kami tegaskan penyebabnya bukan itu. Vaksinasi tidak menyebabkan kematian ternak. Sebaliknya, malah membuat ternak menjadi tahan penyakit. Sapi yang mati itu murni karena antraks,” ucapnya.

Penanganan One Health belum Optimal

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Wonogiri, Setyawati, mengaku belum menerima laporan temuan kasus sapi mati akibat antraks dari Dislapernak Wonogiri.

Dinkes baru mengetahui kejadian itu pada Kamis (10/8/2023). Dia pun sudah memerintahkan tim untuk segera melakukan pemeriksaan dan surveilans kepada manusia di lokasi temuan kasus sapi antraks.

“Kami baru tahu hari ini. Ini kami sudah langsung minta tim untuk mengecek dan memeriksa manusia yang terkait erat dengan sapi yang mati akibat antraks di Baturetno itu,” kata Setyawati kepada Solopos.com, Kamis sore.

Setyawati menjelaskan kasus temuan penyakit bersifat zoonosis seperti antraks seharusnya dilakukan penanganan dengan pendekatan one health. Artinya, mengintegrasikan penanganan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam satu rangkaian tidak terpisah.

Untuk menjalankan one health, perlu kolaborasi dari semua pihak seperti Dinkes, Dislapernak, dan stakeholder lain yang berkaitan termasuk juga masyarakat. Dengan begitu bisa meminimalkan penularan.

Setyawati menyebut selama ini pendekatan one health di Wonogiri belum berjalan optimal. Wonogiri belum memiliki satuan tugas (satgas) one health.

Sebagai wilayah yang rentan terhadap penyakit zoonosis, one health sangat penting dilakukan. “Saat ini kami sedang dalam proses pembentukan satgas one health,” kata dia.

Prosedur Penanganan Sapi Antraks

Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri, Sutardi, mengatakan sebelum sapi yang kena antraks itu mati, tidak ada gejala apa pun selain nafsu makan berkurang. Menurut dia, sapi yang mati itu langsung dikuburkan oleh pemiliknya.

Petugas kesehatan hewan Dislapernak Wonogiri sudah mengambil sampel darah sapi itu untuk diuji di laboratorium Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta. Hasilnya, sapi yang mati di Baturetno, Wonogiri, tersebut positif antraks. 

“Kami sudah lakukan skrining dan surveilans. Tidak ada sapi lain tertular. Begitu sapi itu mati, lokasi kandang dan sekitarnya langsung disemprot disinfektan,” kata Sutardi saat ditemui Solopos.com di Kompleks Sekretariat Daerah Wonogiri, Kamis (10/8/2023).

Menurut dia, temuan kasus antraks pada sapi di Baturetno, Wonogiri, ini menandakan peternak sudah mengetahui prosedur penanganan ternak mati. Pemilik ternak itu segera menguburkan ternak mati tersebut dan melaporkan kepada petugas kesehatan Dislapernak Wonogiri.

Petugas kemudian mengambil sampel sapi yang mati di Baturetno, Wonogiri, itu untuk memastikan penyebab kematian ternak, termasuk apakah terjangkit antraks. Dengan begitu, bisa meminimalkan penularan antraks atau penyakit hewan ternak lain.

“Peternak kalau menjumpai ternaknya mati harus segera dikubur, tidak dikonsumsi. Laporkan kepada petugas. Itu harus,” ujar dia.

Sebagai informasi, antraks merupakan infeksi bakteri akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthratctis. Bakteri ini bertahan hidup dalam bentuk spora di tanah dalam jangka waktu yang lama hingga mencapai 40 tahun. Penyakit antraks bersifat zoonosis, yaitu bisa menular dari hewan ke manusia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya