SOLOPOS.COM - Sejumlah wisatawan berada di Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills di Ngargoyoso, Karanganyar, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR–Dusun Sumbersari, Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, menjelma menjadi dusun terkaya di wilayah kaki Gunung Lawu.

Stigma sebagai salah satu dusun termiskin juga lambat laun terkikis. Masyarakat yang dulu hanya pekerja serabutan, blandong pengangguran di mana-mana dan indeks perkapita rendah, kini mulai bangkit secara ekonomi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hal ini tidak lepas dengan geliat wisata perkebunan teh di kawasan Lereng Gunung Lawu, yang tumbuh pesat sejak Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills beroperasi 1 Januari 2023 lalu.

Wisata ini tak pernah sepi, ribuan pengunjung dari berbagai daerah terus berdatangan. Tak hanya wisatawan lokal, namun juga mancanegara dari Hongkong, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dan lainnya.

Manajemen The Lawu Group selaku pengelola wisata Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills menggandeng warga setempat, mengembangkan spot-spot baru yang menambah epik kawasan di sana.

Mulai ada kafe, glamping, jembatan goyang atau gantung, ayunan, kubah view, kursi gantung dan lainnya. Wisata tersebut kini telah menjelma menjadi destinasi wisata favorit. Kesan negatif yang melekat di kawasan perkebunan teh sebagai tempat mesum dan berbuat maksiat, makin terkikis.

Wisata itu pula menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Sumbersari, dan menjadi ikon penting bagi Kabupaten Karanganyar. Ketua Paguyuban Rejeki Semulur Kemuning Sky Hills yang juga tokoh masyarakat Dusun Sumbersari, Harno, mengatakan secara finansial, warga kini memiliki pendapatan di atas rata-rata upah minimum kabupaten (UMK).

Selain itu di wilayahnya tak lagi ada warga yang menganggur. Mereka berkerja ada yang membuka lapak kios, menjadi juru parkir, mengelola jeep, mengelola wisata, pelaku UMKM dan lainnya.

“Dulu kawasan ini memang dikenal dengan kebun tehnya. Tapi waktu itu kebun teh sudah tertutup gulma setinggi dua sampai tiga meteran,” ungkapnya saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (16/6/2024).

Tingginya gulma yang menutup perkebunan teh ini tak jarang dijadikan sebagai tempat berbuat maksiat dan mesum. Tidak hanya kalangan muda mudi, pasangan tak resmi banyak melakukan tindakan senonoh di sana.

Dia bahkan kerap memergoki pasangan mesum hingga menemukan alat kontrasepsi di sekitar lokasi. Namun oleh manajemen The Lawu Group mampu menata ulang kawasan perkebunan teh di wilayah tersebut. Saat itu, manajemen The Lawu Group mengajak masyarakat untuk memangkas gulma sehingga makin terlihat pemandangan perkebunan tehnya.

“Dulu sebelum ada jembatan kaca hanya 27 warung. Itupun warung sederhana. Sekarang setelah ada jembatan kaca, berkembang menjadi 84 warung. Itu semua punya warga,” kata dia.

Dia mengaku keberadaan Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills memberi dampak positif bagi warga Sumbersari. Warga yang semula dipandang sebelah mata oleh lainnya, kini tumbuh dan berkembang dengan makin ramainya pengunjung ke Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills.

“Warga dulu hanya blandong manggul kayu, sekarang ada yang punya jeep untuk wisata. Pada bisa bangun rumah bagus,” dia.

Tokoh Karang Taruna Sumbersari, Suparno, yang kini mengelola parkir di kawasan wisata Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills, mengatakan hampir tidak ada anak yang menganggur setelah lulus SMA/ SMK dan sederajat. Mereka langsung terserap bekerja baik sebagai penjaga loket, juru parkir, penjaga kawasan wisata dan lainnya.

“Alhamdulillah anak-anak sekarang punya pendapatan, ya di atas UMK lah. Semua kerja dari ibu-ibu, bapak sampai anak yang lulus sekolah. Jadi tidak ada yang pengangguran,” kata dia.

Aktivis lingkungan setempat, Hardi Gesik mengatakan pembangunan Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills tidak merusak kebun teh. Namun, justru sebaliknya, pengelola memperbaiki kawasan perkebunan teh yang memang menjadi ikon wisata di sana.

Di sisi lain, keberadaan Jembatan Kaca Kemuning Sky Hills memberi sumber penghidupan bagi masyarakat setempat. Bahkan akses menuju ke dusun tersebut, yang sebelumnya sulit dilalui kendaraan bermobil, kini bisa dilewati.

“Dulu Dusun Sumbersari itu terpinggirkan. Karena aksesnya juga sulit karena perbukitan. Sekarang mobil biasa berani masuk,” kata dia.

Dia mengatakan bahwa pengembangan kawasan wisata di perkebunan teh Lereng Gunung Lawu memberi dampak positif bagi masyarakat. Namun yang terpenting, pembangunan kawasan wisata tidak merusak alam kebun teh. Termasuk membabat kebun teh.

“Ikon di sini kan kebun tehnya, nah kalau kebun teh dibabat, lalu apa yang dilihat,” kata dia.

Dia mengapresiasi manajemen The Lawu Group yang mempertahankan kebun teh sebagai ikonnya. Pengunjung yang datang bisa menikmati pemandangan kebun teh, rapi, dan tidak tertutup gulma.

Dan yang terpenting, kawasan wisata kebun teh bukan lagi dijadikan sebagai tempat mesum atau berbuat maksiat. Namun benar-benar wisata ramah bagi keluarga.

Direktur Utama The Lawu Group, Parmin Sastro Wijono mengatakan objek wisata di bawah benderanya menerapkan konsep wisata halal. Hal ini sejalan untuk wacana konsep Karanganyar menuju destinasi wisata halal dunia yang dicanangkan Pemkab Karanganyar.



Menurut Parmin, Karanganyar telah dicanangkan sebagai Life Center of Nusantara. Artinya, Karanganyar akan dijadikan sebagai salah satu pusat peradaban.

“Sebagai pusat peradaban, kami ingin mengisi konten pariwisata. Destinasi pariwisata yang kami kelola, merupakan destinasi wisata halal,” jelasnya.

Konsep wisata halal ini merupakan wisata yang ramah terhadap keluarga. Mulai dari destinasi, akomodasi, kuliner dan pusat oleh-oleh. Dia pun melibatkan masyarakat setempat untuk ikut menjaga wisata yang ramah keluarga.

Seluruh destinasi wisata yang dikelola oleh The Lawu Grup, tidak memberikan peluang untuk melakukan hal negatif. Konsep wisata halal ini dilakukan mulai destinasi wisata yang terbuka, akomodasi, kuliner dan pusat oleh-oleh.

Tidak ada peluang untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan agama dan pemerintah. Kuliner dan pusat oleh-oleh juga seluruhnya bersertifikasi halal dari Kemenag.

“Seperti kebun teh, kita ciptakan wisata yang terbuka. Spot-spot terbuka. Jadi tidak memberi celah untuk tempat maksiat,” kata dia.

Dalam pengelolaan, Parmin juga melibatkan masyarakat. Seluruh tenaga kerja yang diserap adalah warga lokal. Dia juga memberi peluang bagi warga untuk menjadi vendor dalam pengembangan wisata. Dengan konsep bagi hasil, 30 persen ke manajemen The Lawu Group dan 70 persen ke warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya