SOLOPOS.COM - Ketua KTNA Sragen, Suratno (kaus oranye), berjalan bersama mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono (kedua dari kanan) saat menghadiri peresmian Sentra Penggilingan Padi di Karangmalang, Kecamatan Masaran, Sragen, Sabtu (11/3/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) atas gabah kering panen (GKP) menjadi Rp5.400/kg. Permintaan itu disampaikan melalui surat yang disampaikan ke Jokowi saat meresmikan Sentra Penggilingan Padi atau Modern Rice Miling Plant (MRMP) di Karangmalang, Sragen, Sabtu (11/3/2023).

Dalam peresmian itu, KTNA menghadirkan 110 petani dari 20 kecamatan di Sragen. “Ya, tadi suratnya disampaikan kepada Sekretariat Presiden dan surat sudah sampai ke Presiden langsung,” kata Ketua KTNA Sragen, Suratno, saat ditemui wartawan di MRMP Sragen.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Suratno menyambut baik adanya MRMP milik Bulog di Sragen. Dia berharap dengan adanya MRMP, Bulog bisa menyerap lebih banyak gabah petani. Menurutnya, keberadaan MRMP ini bisa menjadi semacam shock therapy bagi pengusaha beras agar untuk menaikan harga pembelian GKP.

Suratno menjelaskan ada tiga poin yang dalam surat yang dikirimkan KTNA ke Presiden. Poin pertama, KTNA Sragen mengusulkan agar HPP GKP dinaikan menjadi Rp5.400/kg tanpa ada aturan batas atas. Harga GKP sekarang masih di bawah Rp5.000/kg. Usulan HPP itu, ujar dia, didasarkan pada pertimbangan berkurangnya subsidi pupuk, naiknya harga bahan bakar minyak (BBM); serta naiknya harga pestisida sehingga berdampak pada biaya produksi petani yang naik pula.

“Biaya produksi petani per hektarenya mencapai Rp28,6 juta dengan produksi 6 ton per hektare. Bila harga GKP senilai Rp4.730/kg maka petani baru bisa impas antara biaya produksi dan hasil panen, tanpa untung. Agar petani untung, kami meminta HPP dinaikan menjadi Rp5.400/kg,” jelasnya.

Dia mengatakan dengan HPP Rp5.400/kg petani bisa mendapat keuntungan Rp4 juta/hektare, itu pun harus menunggu selama empat bulan. Apabila luas lahan petani itu hanya 1/3 hektare atau satu patok, sebut dia, maka keuntungan petani selama empat bulan itu hanya Rp1,35 juta per musim.

Poin kedua, berkaitan dengan susidi pupuk yang selalu berkurang setiap tahunnya. Padahal pupuk nonsubsidi harganya mahal. Kurangnya pemupukan menjadi salah satu penyebab produksi padi di Sragen turun sampai 18%. “Atas dasar itulah kami memintas subsidi pupuk mengacu pada standar ketepatan. Kami juga mendesak supaya harga pupuk nonsubsidi disamakan di seluruh Indonesia, seperti harga BBM nonsubsidi,” lanjut Suratno.

Poin ketiga, meminta Presiden agar mengembalikan fungsi Bulog seperti pada 2002 yakni sebagai badan logistik bukan perusahaan umum (perum). Dengan statusnya sebagai badan logistik, Suratno mengatakan Bulog bisa menampung produk petanian yang menjadi tumpuan akhir bagi penjualan produk petani.

Di sisi lain, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, segera menetapkan HPP GKP. Arief sudah mendapatkan masukan atau usulan HPP dari petani, termasuk dari KTNA Sragen. Dia menyebut usulan HPP petani antara Rp4.800/kg sampai Rp5.700/kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya