Soloraya
Rabu, 25 Juli 2012 - 18:04 WIB

TAHU: Puluhan Buruh Pabrik Tahu di Sragen Dirumahkan

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tahu hasil olahan ditata bertingkat di industri tahu milik Rusdiyarto, 34, di Kampung Teguhan RT 009/RW 009, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Rabu (25/7/2012). (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

Tahu hasil olahan ditata bertingkat di industri tahu milik Rusdiyarto, 34, di Kampung Teguhan RT 009/RW 009, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Rabu (25/7/2012). (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

SRAGEN—Puluhan buruh pabrik tahu dirumahkan menyusul merangkaknya harga kedelai di Sragen yang mencapai Rp7.625/kg sejak tiga hari lalu. Langkah tersebut diambil para pengusaha tahu di Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Tengah, Sragen untuk menyiasati gejolak kenaikan harga kedelai itu.

Advertisement

Para pengusaha tahu menilai melambungnya harga kedelai disebabkan oleh ulah spekulan yang diduga menimbun kedelai. Mereka meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen agar memperhatikan nasib rakyat kecil.

Seorang pengusaha tahu di Teguhan, Rusdiyarto, 34, saat dijumpai Solopos.com, Rabu (25/7/2012), mengungkapkan harga kedelai bukannya naik melainkan ganti harga dalam waktu kurang dari satu pekan. Sekitar 3-4 hari lalu, terang dia, harga kedelai masih Rp7.300/kg, kini harganya meningkat menjadi Rp7.625/kg.

“Untuk menyiasati kenaikan harga agar usaha kami tetap bertahan bukan hanya mengurangi ukuran tahu dari lima sentimeter menjadi empat sentimeter, tetapi kami terpaksa juga merumahkan tiga orang dari lima tenaga yang ada. Selain itu, saya juga harus terjun bekerja sendiri untuk menggantikan tiga orang tenaga yang dirumahkan. Seperti kebutuhan sekam yang biasanya beli Rp5.000/karung, karena saya sendiri yang ambil hanya Rp2.000/karung,” ujar Rusdiyarto.

Advertisement

Menurut dia, langkah pengurangan buruh pabrik tahu juga dilakukan oleh para pengusaha tahu di sekitarnya. Di Kampung Teguhan, tepatnya di lingkungan RT 009/RW 009, Sragen Wetan terdapat puluhan pengusaha tahu. “Bahkan ada yang tidak mau melanjutkan usahanya karena kesulitan mencari untung dari usaha itu. Ya, banyak yang sudah gulung tikar. Saya saja bila harga kedelai sampai Rp8.000/kg, saya juga akan berhenti juga,” tambahnya.

Selama 34 tahun menggeluti usaha pabrik tahu, Rusdiyarto belum pernah mengalami kondisi yang sulit mendapatkan kedelai seperti sekarang ini. Dia menilai pemerintah tak memperhatikan nasib rakyat kecil karena membiarkan spekulan bermain dalam kedelai impor.
“Saya yakin para pengusaha kelas kakap sudah menimbun barang, sehingga di bawah sulit mendapatkan kedelai. Pemerintah harus bertindak bila kasihan pada rakyatnya,” tuturnya.

Sugimin, 45, seorang buruh pabrik tahu mengaku hanya mendapatkan upah dari hasil penjualan ampas tahu. Ampas tahu itu dijual semua dengan hasil sampai Rp250.000/hari. Hasil penjualan ampas tahu itu, terang dia, dibagi rata para buruh pabrik tahu.

Advertisement

“Beberapa hari lalu masih banyak buruh pabrik ini. Tapi kini tinggal saya dan Sutardi, warga Masaran itu. Karena produksinya minim, ya hasil saya juga sedikit,” ujar laki-laki asal Pojok, Pilangsari, Ngrampal, saat dijumpai Solopos.com, secara terpisah.

Kabid Pengembangan Perdagangan Dinas Perdagangan Sragen, Purwani, mengungkapkan naiknya harga kedelai kemungkinan disebabkan ulah pengusaha besar yang menimbun barang menjelang Lebaran. Namun dia mengaku kesulitan untuk membongkar praktik penimbunan itu. “Kami terus memantau perkembangan harga kedelai itu sembari mencari solusi untuk menekan harga itu,” tambahnya.

Kabid Pembinaan Perdagangan Dinas Perdagangan Sragen, Rihandayani, pun belum berani mengambil sikap atas gejolak harga itu. Dia memilih menunggu kebijakan pemerintah pusat karena gejolak harga kedelai ini terjadi secara nasional. “Kami bukannya diam saja, tapi kami tetap mencari solusi untuk menekan harga kedelai sembari menunggu kebijakan dari pemerintah,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif