SOLOPOS.COM - Petani di wilayah Desa Pokak, Ceper, mengairi sawah mereka dengan sumur air dalam. Tidak mengalirnya air di saluran irigasi di sawah itu membuat para petani mengandalkan air sumur. (Arief Setiadi/JIBI)

Petani di wilayah Desa Pokak, Ceper, mengairi sawah mereka dengan sumur air dalam. Tidak mengalirnya air di saluran irigasi di sawah itu membuat para petani mengandalkan air sumur. (Arief Setiadi/JIBI)

KLATEN–Petani di wilayah Pokak, Ceper, andalkan air sumur dalam untuk mengairi lahan pertanian saat musim kemarau. Air sumur itu terpaksa mereka gunakan karena air irigasi di desa itu tidak mengalir sejak puluhan tahun yang lalu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Salah seorang Petani dari Desa Pokak, Darno, 63, mengatakan ada sekitar 20 hektare sawah di desa itu yang tidak teraliri oleh air irigasi. Sehingga para petani harus mengeluarkan biaya sendiri saat mengairi sawah pada musim kemarau. Biaya itu menurutnya sangat tinggi, untuk mengairi satu hektare sawah diperlukan biaya Rp50.000-Rp100.000 untuk sewa pompa air dan membeli bahan bakar. “Paling lama satu minggu sekali harus diari, kalau tidak, padi akan menguning dan mati,” ujarnya.

Darno juga mengatakan, dahulunnya sawah tersebut bisa teraliri oleh air irigasi dari wilayah Polanharjo, akan tetapi sekitar sepuluh tahun terakhir air itu tidak bisa mengairi sawah miliknya. “Kalau musim hujan enak, tetapi kalau musim kemarau seperti ini sangat terasa dampaknya,” sambung Darno, ketika ditemui Solopos.com di persawahan miliknya, Jumat (10/8/2012).

Petani lain, Sukadi, 63, juga mengatakan hal yang sama dengan Darno. Tidak mengalirnya air  di saluran irigasi itu menurutnya karena pengelolaan yang buruk, ditambah lagi ulah para petani nakal yang ada di daerah hulu yang dinilai menghabiskan air.

Sukadi sangat berharap jika air irigasi itu kembali lancar seperti dahulu. Dirinya juga rela mengeluarkan uang untuk biaya perbaikan dan pemeliharaan saluran tersebut karena jika air di saluran irigasi lancar maka hasil pertanian miliknya juga akan melimpah. “Untuk mengairi sawah dengan air sumur biayannya sampai Rp800.000, untuk sekali tanam, itu membuang uang yang sangat besar,” kata Sukadi.

Sementara itu seorang petani, Sadikun, 69, menilai tidak terairi sawahnya dari saluran irigasi itu terasa aneh karena sawah yang berada di barat jalan Desa Pokak bisa terairi namun air selalu tidak cukup saat mengairi sawaj di timur jalan. Dirinya juga berharap agar DPU bidang pengairan kembali melakukan pembenahan saluran agar para petani tidak hanya mengandalkan air sumur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya