Soloraya
Kamis, 18 November 2010 - 04:30 WIB

Tak ada yang tersisa di Balerante, selain bau bangkai dan abu....

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pagi hari selepas salat Idul Adha, langit di ujung Merapi masih terlihat cerah. Hari itu juga, Rabu (17/11), perjalanan menyusuri lereng Merapi pun dimulai. Semua mulai terkesiap ketika menyaksikan pemadangan muram di gapura masuk Desa Balerante Kecamatan Kemalang, Klaten. Pohon-pohon meranggas melintang di tengah jalan, rumah-rumah penduduk penuh lumpur tebal mengeras, hingga debu-debu beterbangan di sepanjang jalan.

“Ini baru memasuki Dusun Talun. Sebentar lagi bakal tiba di Dusun Gondangrejo. Terus naik lagi ke Sambungrejo,” kata Suradi, Camat Kemalang yang memimpin perjalanan itu.

Advertisement

Dua dusun itu kerap disebut-sebut sebagai kawasan mati yang berada di ujung Desa Balerante Kecamatan Kemalang. Masih ada lagi dusun yang tak kalah tragisnya, yakni Dusun Banjarsari dan Ngipiksari. “Totalnya ada empat dusun yang kini seperti kuburan setelah diterjang awan panas,”sahut Sumanto, anggota TNI dari Koramil Kemalang.

Laju kendaraan terus merabas jalan-jalan berkelok, menanjak, dan berlubang. Semakin mendekat, panorama Merapi penuh bebukitan gundul semakin tertangkap oleh mata telanjang. Dan begitu tiba di ujung Dusun Talun, tiba-tiba kendaraan terhenti. Sejumlah petugas dan warga bermasker menarik portal ke tengah jalan. “Ini kawasan terlarang.

Advertisement

Laju kendaraan terus merabas jalan-jalan berkelok, menanjak, dan berlubang. Semakin mendekat, panorama Merapi penuh bebukitan gundul semakin tertangkap oleh mata telanjang. Dan begitu tiba di ujung Dusun Talun, tiba-tiba kendaraan terhenti. Sejumlah petugas dan warga bermasker menarik portal ke tengah jalan. “Ini kawasan terlarang.

Dilarang masuk!” kata petugas.

Suradi, Camat Kemalang itu pun akhirnya turun tangan. Namun, tak satu pun warga dan petugas yang mengenalnya sebab ia mengenakan kaos oblong.

Advertisement

Kali ini, tim yang terdiri dari TNI, Espos, serta Camat Kemalang itu benar-benar merinding ketakutan. Sebab, baru beberapa ratus meter kendaraan menaiki puncak di Dusun Gondangrejo dan Sambungrejo, tiba-tiba terpampang pemandangan luas penuh asap mengepul. Mendongakkan kepala ke utara, nampak Gunung Merapi menjulang perkasa dengan asap sulvatara yang membumbung ke langit.

Begitu pintu mobil dibuka, bau busuk bangkai langsung menusuk ke dalam rongga hidung. “Pakai masker! Jangan mendekat! Bangkai ternak membahayakan! Menularkan penyakit!” teriak petugas dari kejauahan.

Terbayang saat itu sebuah cerita tentang padang mahysar di mana terdampar alam luas tanpa kehidupan. Di sana-sini penuh dengan reruntuhan bangunan, ternak-ternak terpanggang, pohon-pohon bak sepotong lidi yang menancap di tanah. Dan di sana, sungguh tak ada yang tersisa selain bau bangkai dan asap sisa keganasan Merapi.

Advertisement

“Ayo cepat kembali! Lokasi masih berbahaya!” kembali terdengar peringatan dari kejauhan. Tim segera bergegas masuk ke mobil dan meluncur ke bawah.

Di sepanjang ruas jalan yang memisahkan Kabupaten Klaten Jateng dengan Cangkringan DIY itu tampak berderet-deret rumah hancur, hutan-hutan terbakar, pohon-pohon melintang di tengah jalan, dan lumpur-lumpur bercampur sampah berserakan. “Semua yang berada di sepanjang Kali Gendol itu, tersapu habis oleh keganasan wedhus gembel,” kata salah seorang warga Balerante yang selamat, Sukamto.

Hingga tiba di kawasan yang aman di ujung Desa Balerante, semua tim masih bertanya-tanya penuh keheranan. “Merapi…oh Merapi…!!”

Advertisement

asa

Advertisement
Kata Kunci : Klaten Merapi
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif