SOLOPOS.COM - Pemudik asal Malang, Jawa Timur bernama Alif menunjukkan isian gunungan garebeg yang ia dapat, Minggu (23/4/2023) (Solopos.com/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO–Sejumlah masyarakat ramai-ramai berkunjung ke Halaman Masjid Agung Keraton Solo, Minggu (23/4/2023), untuk menghadiri Garebeg Pasa Keraton Solo Tahun Ehe 1956. Bahkan pemburu berkah garebeg datang dari luar Kota Solo.

Garebeg pasa merupakan salah satu upacara yang digelar Keraton Solo untuk menyambut Hari Raya Idulfitri. Tak jauh berbeda dengan garebeg lainnya. Yang membedakan hanya waktu pelaksanaan.  

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Masyarakat beramai-ramai berebut gunungan yang telah dikirab dari Kori Kamandungan menuju Masjid Agung Keraton Solo. Setiba di masjid, gunungan dan beberapa makanan yang dibawa oleh para abdi dalem didoakan.

Doa dipimpin Kiai Pengulu Tafsir Anom Masjid Agung Solo, Muhtarom. Ia mendoakan bagi kesejahteraan, keselamatan, dan kekuatan bagi Keraton Solo dan masyarakat secara umum.

Gunungan yang telah didoakan diyakini punya berkah tersendiri. Tak heran banyak masyarakat rela antre berdesakan di bawah terik matahari untuk berebut isian gunungan. Ada sayuran segar, umbi-umbian, nasi, lauk, dan makanan ringan.

Tak hanya itu, beberapa pengunjung yang diwawancara Solopos.com ternyata datang dari luar Kota Solo. Ada yang baru kali pertama ikut upacara garebeg ada pula yang sudah rutin ikut sebab tradisi di keluarganya.

Pemudik asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, Alif, misalnya. Perempuan itu kebetulan sedang mudik ke Solo. Siang tadi, Alif sedang berada di kawasan Keraton Solo dan melihat adanya kirab. Alif dan suami lantas mengikuti jalannya kirab dan doa di Masjid Agung Solo.

“Penasaran. Enggak sengaja sih dan ini baru pertama. Ikut dan melihat budaya ya,” kata Alif saat berbincang dengan Solopos.com usai garebeg.

Alif dan suami pun ikut menunggu pembagian isian gunungan. Sebab baru pertama, Alif mengaku tak apa-apa bila harus berdesakan dan berpanas-panasan. Saat doa selesai, pengunjung langsung berebut mengambil isian gunungan estri yang dibagikan di Halaman Masjid Agung Solo. Sementara gunungan jaler dibagikan di depan Kori Kamandungan.

Alif mendapat rengginang putih dan kuning yang semula tersusun di gunungan estri. Rengginang itu akan ia bawa ke rumah dan diberikan ke anaknya. Ia juga yakin ada berkah di balik makanan yang ia dapat dari garebeg.

“Iya [berdesakan], seru. Dibawa pulang kasih tahu ke anak. Insyaallah [berkah],” kata dia.

Sementara, Dewi, 60, warga Kabupaten Klaten rela menempuh jarak 35 km untuk bisa menghadiri garebeg pasa Keraton Solo. Di usianya yang tak lagi muda, Dewi mengajak cucunya yang masih anak-anak berkendara sepeda motor. Setiba di Halaman Masjid Agung, Dewi pun ikut berebut gunungan estri.

“Iya motoran dari Klaten berdua. Semangat, karena ini sudah tradisi saya sejak kecil,” kata Dewi saat berbincang dengan Solopos.com di Alun-Alun Utara Keraton Solo.

Dewi mendapat cabai dan kacang panjang. Hasil itu akan ia bawa ke rumah. Ia belum tahu apakah sayuran itu akan ia simpan atau ia masak. Dewi pun juga mengakui ada berkah di balik itu sebab para abdi dalem dan masyarakat berdoa lebih dulu. Yang terpenting baginya, ia bisa nguri-uri tradisi yang sudah ia kenal sejak kecil.

“Berkahnya ya dari Allahk, insyaallah. Kalau saya memang karena sudah sejak kecil [ikut garebeg],” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya