SOLOPOS.COM - Kios pedagang buku bekas di Taman Buku & Majalah Alun-Alun Kraton Solo. Foto diambil Senin (13/12/2021). (Solopos.com/Chelin Indra S.)

Solopos.com, SOLO – Pedagang buku bekas di Kota Solo, masih tetap eksis dan terus bertahan di tengah modernisasi. Sampai saat ini, buku bekas, buku langka, maupun buku antik masih memiliki pasar yang cukup menjanjikan, meski peminatnya menurun.

Dua pusat buku bekas di Solo, Taman Buku dan Majalah Alun-Alun Utara serta Pasar Buku di belakang Sriwedari (Busri), masih bertahan meski kondisinya terlihat sepi dan suram. Kios buku yang bertahan sekitar tiga dekade itu masih didatangi beberapa pembeli.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Baca Juga: Peringati Sumpah Pemuda, 93 Karya Barang Bekas Dipajang di Art Klat

Para pedagang mengakui ada penurunan penjualan buku secara offline selama 10 tahun terakhir. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi internet dan smartphone. Belakangan pembeli buku pelajaran sekolah baik bekas maupun baru di kios Busri semakin berkurang jumlahnya. Apalagi dua tahun belakangan kondisi pandemi yang berdampak pada sekolah daring cukup memberikan pukulan bagi para pedagang buku.

Pada masa kejayaan dulu, sekitar 2006, kios buku Bekas di Busri selalu ramai pembeli, khususnya setiap tahun ajaran baru. Tempat ini menjadi rujukan bagi warga yang ingin membeli buku pelajaran dengan harga lebih murah. Akan tetapi, kejayaan itu kini hanya tinggal kenangan.

Belakangan ini sejumlah pedagang buku di kios Busri mulai merambah pasar online. Mereka memanfaatkan situs marketplace seperti Shopee maupun Tokopedia untuk menawarkan dagangan, khususnya buku-buku bekas, langka, dan antik.

Baca Juga: Bak Permata, Minat Wong Solo Terhadap Barang Rongsokan Ternyata Tinggi

Salah satu pelopor jual beli buku online di belakang Sriwedari adalah Toko Buku Rahma. Zainul, 53, pegawai di Toko Buku Rahma menceritakan awal mula merintis usaha jual beli online sejak 2010 melalui blog dan situs web berbayar.

“Sini pelopor, babat alas jualan buku online. Dulu tahun 2010 awalnya orang masih takut-takut untuk beli online. Tapi semakin ke sini pasarnya semakin terbentuk dan justru cukup laris, walaupun tidak seperti penjualan di tahun 2006 dulu,” tutur dia saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (13/12/2021).

Zainul menceritakan sempat mendapat order buku bekas cetakan tahun 1960-an yang ternyata dipesan langsung oleh penulis buku tersebut. Semua itu terjadi karena dia melebarkan bisnis ke marketplace.

Baca Juga: Walah, Barang Rongsokan Rp10 Juta Milik Warga Karangmalang Sragen Raib Digondol Maling

“Kalau penjualan buku offline sekarang sudah tidak menjanjikan. Tapi kalau online lumayan, khususnya untuk buku bekas dan langka. Saya pernah dapat order buku cetakan tahun 1960-an kalau enggak salah dari pengarangnya langsung. Si pemesan ini kebetulan melihat katalog toko ini di marketplace,” sambung Zainul.

Selain penjualan secara online, pasar buku bekas di Alun-Alun Utara Solo juga masih sering didatangi pembeli. Sekitar 16 orang pedagang yang masih bertahan di sana pun dengan sigap melayani pengunjung yang datang untuk mencari buku-buku bekas.

“Sengaja ke sini, karena buku yang saya cari tergolong langka. Kalau baru mungkin sudah enggak ada. Makanya coba ke sini, siapa tahu ada,” kata Dwi, salah satu pengunjung pasar buku bekas kepada Solopos.com.

Baca Juga: Manfaatkan Barang Bekas Menjadi Kerajinan Miniatur Sepeda Motor Bernilai Jual di Klaten

Sejumlah pedagang pun berusaha mencarikan buku yang diinginkan Dwi, namun hasilnya nihil. Mereka kemudian menawarkan buku lain yang relevan dengan harga yang miring. Buku bekas di sana dihargai mulai Rp20.000 dan masih bisa ditawar.

Tawar-menawar adalah kunci mendapatkan harga murah di sana. Solopos.com pun berhasil membawa pulang lima buku tentang Ramalan Djayabaya yang sudah tidak dicetak ulang dengan harga Rp50.000.

Iwan, salah satu pedagang buku bekas, mengaku senang masih dapat mengais rezeki di kawasan Alun-Alun Utara. Tak kurang dari 10 tahun, dia membuka kios di sana dengan pendapatan yang tidak menentu.

Baca Juga: Dulu Pasar Tiban, Pasar Legen Jatinom Klaten Kini Jadi Pusat Barang Bekas Hingga Antik

“Alhamdulillah, meskipun sekarang sepi banget, hasilnya masih bisa buat makan sehari-hari. Masih ada pengunjung yang beli buku. Biasanya yang datang dari mahasiswa, dosen, dan kolektor,” katanya.

Menurut Iwan, buku yang paling banyak dicari adalah referensi berbahasa Jawa yang masih asli. Buku tersebut bisa dijual dengan harga mahal, sekitar Rp100.000 per eksemplar.

“Sampai sekarang masih ada beberapa orang yang cari buku-buku bekas di sini. Yang banyak laku justru buku-buku Jawa,” sambung dia.

Bambang Tri Harjanto, 66, Ketua Paguyuban Pedagang Buku Bekas di Alun-Alun Utara, mengatakan, peminat buku bekas dan antik selama ini masih cukup stabil. Meskipun pasaran buku mulai menurun sejak 10 tahun terakhir akibat perkembangan teknologi internet dan smartphone.

Baca Juga: Mengenal Thrifting yang Ubah Barang Bekas Jadi Cuan



“Kalau buku bekas pasarannya memang turun, tetapi tetap masih ada pembelinya. Biasanya yang beli para kolektor, filantropi. Tapi saya tidak cuma jualan buku, ada juga kaset, poster, dan lampu klasik yang semuanya bekas dan ternyata ada peminatnya,” kata dia.

Selama 24 tahun berjualan buku bekas, Bambang sudah memiliki pelanggan tetap. Meski belakangan pendapatannya menurun, dia tetap giat mencari buku-buku bekas di pengepul rongsokan.

“Semua barang yang dijual di sini datangnya dari rongsokan, termasuk dari Pasar Klithikan. Kalau dulu dari pengepul dijual perkilo, sekarang sudah bijian. Mereka sudah mulai paham kalau barang-barang bekas ini bernilai jual tinggi,” sambung Bambang.

Baca Juga: Pakai Barang Bekas, Bocah 15 Tahun di Klaten Berhasil Bangun Sepeda Tinggi

Bambang menambahkan, ada dua pedagang buku bekas di tempatnya yang mulai merambah pasar online. Kedua orang tersebut adalah Entis dan Danang yang kini sukses meraup cuan dari berjualan buku bekas.

“Kalau di sini ada dua yang jualan online, Entis dibantu sama Danang yang bertugas sebagai pemburu. Kalau saya, menikmati begini saja. Jualan di sini, rezeki sudah ada yang mengatur. Selama cukup buat kebutuhan sudah disyukuri, alhamdulillah,” kata Bambang sambil tersenyum.

Para penjual buku bekas yang sudah menggeluti usaha selama puluhan tahun itu pun memiliki alasan kuat untuk tetap bertahan. Bagi mereka, buku adalah sumber pengetahuan yang tak lekang dimakan zaman. Apalagi nilai jual buku bekas akan semakin tinggi seiring dengan pertambahan usia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya