SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sukoharjo (Espos)–Beberapa unsur pengusaha di dalam kawasan Terminal Kartasura meresahkan praktik pungutan liar (Pungli) terhadap bus-bus yang tak tertib.

Mereka mendesak perusahaan otobus (PO) dan dinas terkait untuk sportif.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ketidaktertiban itu terjadi terhadap bus-bus antar kota antar propinsi (AKAP) dan antar kota dalam propinsi (AKDP). Praktik Pungli dijalankan sejumlah unsur, termasuk petugas.

Berdasarkan pantauan Espos Sabtu siang sekitar pukul 12.00 WIB, petugas terminal berseragam dinas perhubungan menerima uang senilai Rp 10.000 dari awak PO Safari, yang datang dari arah Semarang.

Bus tersebut tak masuk terminal setempat. Awak bus tersebut didatangkan ke pos terminal sebelah barat dan diminta menunjukkan buku trayek.

Saat ditanya Espos, awak bus yang enggan disebut namanya tersebut pun mengakui telah memberikan uang untuk menyelesaikan masalah.

“Tadi terpaksa ngeblong soalnya jalanan macet, jadi takut telat masuk Terminal Tirtonadi. Sekarang bus yang saya ikuti ke Tirtonadi dan saya menunggu sampai bus kembali ke barat,” jelasnya sesaat setelah berurusan dengan petugas setempat.

Salah seorang penyedia jasa becak di tempat itu, Yardi, 56, mengatakan hal seperti itu sering terjadi dan sering disebut dengan istilah ngemel. Dia mengatakan seharusnya bus dari arah barat membelok di pertigaan Kranggan dan masuk terminal.

“Utamanya bus Jogja (bus jurusan Jogja-red), jurusan Surabaya juga banyak yang lolos. Hal itu sangat merugikan karena seperti saya ini menjadi tidak narik karena penumpang tidak masuk terminal,” jelasnya.

Senada, Ketua Paguyuban Ojek Terminal Kartasura (OTK), Padmo, 60, menjelaskan, praktik tersebut sangat meresahkan warga di terminal. Dia menyebut kerugian dari hal itu juga berdampak ke penumpang sendiri.

Pasalnya, lanjutnya, penumpang menjadi mengeluarkan biaya banyak untuk sampai tujuan. Dia mengatakan tidak semua pola penurunan bus-bus tersebut sesuai dengan yang diingkan para penumpang.

“Jika semua sportif maka semua akan makan. Hal ini meresahkan penumpang juga semua komponen di terminal,” tambahnya.

Padmo menunjukkan praktik Pungli itu sering juga dilakukan di perempatan Kartasura.

Pantauan Espos di sekitar tempat itu, menyebut, praktik Pungli tidak langsung dilakukan oleh petugas Dishubkominfo. Pungli biasa melibatkan pedagang asongan maupun preman.

Salah satu penyedia jasa becak di tempat itu, Oktaf, menjelaskan praktik tersebut telah berlangsung lama. Sejauh pengamatannya, bus nakal dari arah Jogja dan Semarang biasa dikenai tarif Rp 10.000 sementara untuk jurusan Surabaya dikenai biaya Rp 5.000.

“Masnya yang biasa menarik dari bus nakal langsung memberikan uang ke petugas di pos. Rata-rata bus-bus pengennya cepat,” bebernya sembari menunjukkan pos jaga setempat.

Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Sukoharjo, Rusmanto mengatakan bus-bus tersebut tidak wajib masuk terminal. Dia menyebut pihaknya hanya mengupayakan bus tersebut masuk terminal.

“Penarikan uang memang sengaja kami lakukan untuk meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah-red). Memang bus-bus bandel, utamanya AKAP. Tapi memang mereka tidak wajib masuk,” jelasnya saat terhubung dengan Espos, Sabtu siang.

ovi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya