Soloraya
Rabu, 24 Maret 2021 - 17:06 WIB

Takut Dikira Covid-19, Suspek TB di Sragen Emoh Periksa

Tri Rahayu  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pasien Covid-19. (Freepik)

Solopos.com, SRAGEN – Situasi di masa pandemi Covid-19 cukup menyulitkan bagi tenaga kesehatan (nakes) dalam menemukan pasien tuberculosis (TB). Para warga yang terindikasi suspek TB enggan memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit karena takut dikira Covid-19 lantaran memiliki gejala yang mirip.

Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Puskesmas Kedawung II, Sragen, Sugiyartuti, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (24/3/2021), menyampaikan program promosi penemuan TB di wilayah Kedawung II masih jalan terus sampai sekarang, yakni dengan menggandeng para penjual sayur keliling.

Advertisement

Baca juga: Alasan Warga Karanganyar Maling Gabah di Sragen Naik NMax: Buat Makan Sampai Nyumbang

Dia menyebut ada 43 orang pedagang sayur keliling yang menjadi kader promosi kesehatan, khususnya dalam penemuan kasus TB di Kedawung II. Selama 2020, sebut dia, ada 29 kasus TB di Kedawung II. Angka kasus tersebut tertinggi kedua setelah Sragen Kota sebanyak 44 kasus.

Advertisement

Dia menyebut ada 43 orang pedagang sayur keliling yang menjadi kader promosi kesehatan, khususnya dalam penemuan kasus TB di Kedawung II. Selama 2020, sebut dia, ada 29 kasus TB di Kedawung II. Angka kasus tersebut tertinggi kedua setelah Sragen Kota sebanyak 44 kasus.

“Perbedaan gejala TB dan Covid-19 itu sedikit tetapi penanganan dan pengobatannya hampir sama. Temuan kasus selama pandemi mengalami penurunan karena saat ada warga yang didiagnosa suspek TB enggan memeriksakan ke puskesmas karena takut dianggap Covid-19.

Baca juga: Asale Makam Mbah Minggir di Benowo Palur Karanganyar

Advertisement

Dia menjelaskan TB dan Covid-19 sama-sama ada gejala di paru-paru karena sama-sama ada sesak nafasnya. Dia mengatakan kalau TB itu diketahui dalam jangka waktu lama, seperti batuk tiga pekan berturut-turut.

Sedangkan Covid-19, ujar dia, diketahui dalam jangka waktu singkat karena penyebabnya virus sementara TB penyebabnya bakteri.

“Penderita TB itu cenderung kurus badannya. Saat batuk kadang bercampur darah, tidak mau makan, dan seterusnya. Banyak warga yang menutupi sakitnya dan tidak mau periksa karena takut dianggap Covid-19. Ya, kami tidak bisa memaksa,” katanya.

Advertisement

Baca juga: Terungkap! Ini Identitas Jasad Misterius di Pasar Bunder Sragen

Dia menerangkan turunnya angka temuan kasus TB itu disebabkan karena tidak maksimalnya petugas di lapangan mengingat adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Dia mengaku cukup kerepotan mengumpulkan warga dengan menerapkan protokol kesehatan.

“Karena risiko itulah kemudian pengumpulan orang tidak dilakukan. Akhirnya yang dilakukan dengan kunjungan yang memungkinkan untuk jaga jarak. Biasanya ada pembinaan tiga bulan sekali juga ditiadakan. Pembinaan kader juga ditunda,” jelasnya.

Advertisement

Dia menyampaikan yang masih bisa jalan promosi TB lewat penjual sayur keliling itu. Dia mengatakan mereka masih bersemangat sampai membuat seragam juga.

“Ya, mereka membantu kami. Kalau ada yang batuk-batuk lama langsung diminta melapor ke Bu Tutik,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif