SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SEMAK LEBAT-Taman semak belukar di tanah bantaran RW XXIII Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo kini menjadi sarang ular sejak ditinggal relokasi warganya. Foto diambil akhir pekan kemarin. (Aries Susanto/JIBI/SOLOPOS)

Tanah bantaran itu dipenuhi rerimbunan semak belukar. Rumput ilalang tumbuh liar menjulang menghalangi pandangan. Selain tak ada akses jalan, kawasan yang terhampar di RW XXIII Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo itu juga tak didukung jalan setapak yang layak.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Namun, di balik lebatnya semak itu anehnya terdapat denyut kehidupan manusia. Sejumlah rumah beranyam bambu berlantai tanah berdiri seadanya. Rumah-rumah itu tak ubahnya gugusan perkampungan yang usai diporakpondakankan bencana alam.

“Rumah-rumah itu bersertifikat. Dan hingga sekarang belum bisa direlokasi,” kata ketua RW setempat, Sudarman saat berbincang dengan Solopos.com, akhir pekan kemarin.

Sudah dua tahunan ini, warga di tanah bantaran itu meratapi nasibnya. Mereka yang hanya bejumlah belasan keluarga itu, seolah terpenjara di balik tanggul dan lebatnya semak belukar.  Relokasi mungkin memang tak pernah sepi dari sekian masalah. Dan tanah bantaran di samping jembatan Mojo itu adalah salah satu contohnya.

“Tanah di sini jadi seperti kawasan mati sejak warganya direlokasi. Kami semua waswas karena sekarang lahannya jadi sarang ular,” jelasnya.

Kecemasan Darman itu bukan tanpa alasan. Beberapa pekan lalu, warganya dikejutkan oleh insiden serangan ular kepada warga yang tengah menggembala ternak. Satu di antaranya, bahkan meregang nyawa lantaran tak tahan dengan gigitan ular berbisa.

“Saat itu, Pak Sukarjo langsung dibawa ke rumah sakit begitu tergigit ular. Namun, belum sampai ditangani dokter, sudah meninggal,” terang Langkir, salah satu warga Semanggi yang juga menjadi korban gigitan ular di tanah bantaran.

Beruntung, gigitan ular itu tak membuat nyawa Langkir ikut melayang. “Saat itu saya langsung ikat lengan saya begitu digigit ular,” jelasnya.

Darman dan warganya sama sekali tak menginginkan program relokasi tanpa agenda penataan. Sebab, relokasi model itu hanya akan menambah masalah baru bagi warga sekitar. “Mestinya kan ditata menjadi taman agar bisa menjadi lahan wisata. Kalau dibiarkan terbengkalai seperti ini, kan jadi sarang ular. Apalagi, luasnya mencapai puluhan hektar,” kata Darman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya