SOLOPOS.COM - Suparni, 50, berdiri di emperan rumahnya yang ambles di Dusun Sejeruk, Desa Musuk, Sambirejo, Sragen, Minggu (16/4/2017). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Tanah retak Sragen, warga Sejeruk, Sambirejo, berjaga tiap malam karena khawatir longsor.

Solopos.com, SRAGEN — Nada bicara Suparni, 50, mendadak sendu. Ingatannya tertuju pada pengalaman kelam yang datang bergantian setahun silam.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tepat sepekan setelah dapur rumahnya roboh karena retakan tanah tahun lalu, Suparni harus merelakan kepergian suaminya untuk selama-lamanya. Retakan tanah itu juga mengakibatkan amblesnya sebagian lantai emperan rumahnya.

“Saya sudah tidak punya biaya untuk memperbaiki rumah. Saya tinggal sendiri di rumah ini. Tiga anak saya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah dengan saya,” ujar Suparni dengan mata berkaca-kaca kala berbincang dengan Solopos.com di halaman rumahnya di Dusun Sejeruk, RT 001, Desa Musuk, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Minggu (16/4/2017).

Retakan tanah itu juga membuat dinding rumah Suparni retak-retak. Bagian lantai rumah yang terbuat dari plester juga sudah miring. Kemiringan permukaan plester itu bisa dirasakan saat berdiri di atasnya. “Kalau saya sedang salat, rasanya mau jatuh tersungkur ke depan karena kemiringan lantai ini,” ujarnya.

Retakan tanah di Dusun Sejeruk makin parah dalam tiga bulan terakhir. Dari 42 rumah di RT 001, sebanyak 31 rumah sudah retak-retak. Dua rumah lainnya sudah ambruk, sementara satu rumah dibiarkan kosong karena sudah tidak layak ditinggali.

Datangnya musim hujan bisa menjadi berkah sekaligus ancaman bagi warga. Hujan membuat kebutuhan air bagi petani tercukupi, namun hujan juga membuat ancaman longsor semakin terbuka lebar.

“Setiap malam saya itu tidak pernah tidur supaya bisa berjaga. Saya selalu sedia payung dan senter jika hujan datang tiba-tiba. Terus terang, saya selalu tidak bisa beristirahat dengan tenang di rumah,” ucap Suparni.

Kegelisahan juga dirasakan Mulyono, 55. Meski bangunan rumahnya sudah retak-retak, Mulyono belum mengosongkan rumahnya. Dia akan pergi meninggalkan rumah bila hujan tiba.

Menyaksikan bangunan rumahnya retak-retak diiringi munculnya suara layaknya kayu patah membuat bulu kuduk Mulyono berdiri. Dia menganggap apa yang dia saksikan itu adalah peristiwa yang sangat menyeramkan.

“Sejak menyaksikan sendiri bangunan rumah saya retak-retak, saya sudah tidak berani tinggal di rumah bila hujan tiba. Biasanya saya langsung mengungsi ke rumah saudara,” paparnya.

Ketua RT 001 Dusun Sejeruk, Sadi Istanto, mengatakan hampir sebagian besar warga tidak punya lahan di tempat lain untuk dibangun rumah. Sebagian warga menghendaki direlokasi ke tempat lain. Ada sebagian warga yang memilih bertahan meski rumah mereka sudah retak-retak.

“Rumah saya juga sudah retak-retak, tapi saya akan memilih bertahan daripada direlokasi. Relokasi itu diperlukan untuk sebagian warga yang tinggal berdekatan dengan bukit yang rawan longsor,” papar Sadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya