Soloraya
Minggu, 10 Oktober 2021 - 20:19 WIB

Tanam Jahe di Polibag, Dukuh Jumbleng Ampel Boyolali Jadi Jujugan

Cahyadi Kurniawan  /  Haryono Wahyudiyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Kelompok Tani Sumber Agung 1 Dukuh Jumbleng, Desa Banyuanyar, Ampel, Boyolali, memeriksa tanaman jahe yang ditanam menggunakan polybag di Dukuh Jumbleng, Banyuanyar, Sabtu (9/10/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI—Kebun jahe di Dukuh Jumbleng, Desa Banyuanyar, Ampel, Boyolali, kerap menjadi jujukan orang. Mereka kebanyakan ingin mengetahui seluk beluk jahe mulai dari budidaya hingga pengolahan pascapanen.

Tantangannya, ketika pengunjung datang di musim kemarau, akan sulit menemukan tanaman jahe yang masih hijau di kebun. Sebab, jahe biasanya meranggas.

Advertisement

Anggota Kelompok Tani Sumber Agung 1, Widodo, lantas berinovasi menanam jahe dengan sistem polibag. Hasilnya, jahe bisa tumbuh meski hasilnya tak sebanyak jika ditanam di kebun.

Baca Juga: Produktivitas 10 Ton/Hektare, Jumbleng Ampel Produsen Jahe di Boyolali

Advertisement

Baca Juga: Produktivitas 10 Ton/Hektare, Jumbleng Ampel Produsen Jahe di Boyolali

Namun, saat musim kemarau seperti sekarang ini, tanaman jahe di polibag masih terlihat hijau. Hal ini memberikan pengalaman berbeda kepada pengunjung yang datang ke dukuh untuk melihat tanaman jahe pada musim kemarau.

“Saya mencoba menanam jahe di polibag. Selama ini saya siram sepekan sekali dia masih hidup. Artinya, jahe cukup kuat berada di lahan minim air,” tutur Widodo, Sabtu (9/10/2021).

Advertisement

Baca Juga: Anak Dilarang di Objek Wisata, Masyarakat Klaten Berharap Pelonggaran

Pengembangan budidaya jahe organik bermula saat kelompok itu mendapatkan pelatihan dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (BPTPHP) Dinas Pertanian Jawa Tengah pada 2018 lalu.

Jahe ditanam tidak menggunakan pupuk kimia. Sebagai gantinya semua kebutuhan pupuk dan pestisida dikembangkan dengan metode organik memanfaatkan agen hayati.

Advertisement

Kini, kelompok tani itu menggarap lahan seluas dua hektare. Musim tanam dimulai Oktober hingga November seiring dimulainya musim hujan. Kemudian, masa pemeliharaan dimulai pada Januar-Februari mulai dari menyiangi rumput dan memupuk tanaman.

Baca Juga: Pengelola Wisata di Klaten Sulit Larang Anak Masuk Objek Wisata

Pada April mereka mulai membersihkan gulma. Lalu, tiga bulan kemudian, pada Juli-Agustus tanaman jahe organik siap dipanen. Masa panen jahe ini hanya butuh 7-8 bulan.

Advertisement

“Produktivitasnya per hektare bisa 10 ton. Kami biasanya hasilnya mencapai 10 kali lipat dari bibit yang ditanam,” kata Ketua Kelompok Tani Sumber Agung 1, Dukuh Jumbleng, Jumadi, saat berbincang dengan Solopos.com di Dukuh Jumbleng, Sabtu (9/10).

Baca Juga: Objek Wisata Padat, Tulung dan Polanharjo Klaten Berlakukan Buka-Tutup

Ada tiga jenis jahe yang ditanam di Dukuh Jumbleng yakni jahe merah, jahe emprit, dan jahe gajah. Sebetulnya, masih ada jahe kapur. Namun, jahe kapur tidak begitu populer lantaran hasilnya kurang bagus dan harganya lebih rendah ketimbang jenis jahe lainnya.

Untuk sementara, jahe hasil kebun Kelompok Tani Sumber Agung 1 umumnya dijual ke pasar. Harga jahe berkisar Rp16.000-Rp20.000 per kilogram. Pada masa awal pandemi, harga jahe sempat meroket menjadi Rp35.000 per kilogram.

“Ke depan, kami berharap kelompok tani bisa menjadi semacam pengepul jahe yang dihasilkan anggota. Kami juga akan mengolah jahe menjadi beberapa produk agar nilai tambahnya naik,” tutur Jumadi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif