Soloraya
Selasa, 5 September 2023 - 17:34 WIB

Tanaman Padi yang Baru Berbunga Saja di Sragen Sudah Laku Rp15 Juta/Patok

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tanaman padi baru berbunga saat berumur 65 hari milik petani di Plumbungan, Karangmalang, Sragen, sudah laku terjual Rp15 juta per patok, Selasa (5/9/2023) (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tanaman padi baru berumur 65 hari dan baru mulai berbunga milik petani di Sragen ternyata sudah laku dijual dengan harga Rp15 juta per patok. Bahkan tengkulak berani membayar secara tunai.

Tanaman padi seluas 10 patok milik tiga petani di Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, laku dijual dengan harga segitu. Padahal tanaman padi itu belum siap panen. Di Desa Pelemgadung, Karangmalang, Sragen, justru banyak yang sudah laku dengan harga sampai Rp16 juta per patok untuk tanaman dengan usia yang hampir sama.

Advertisement

Padahal tanaman padi itu masih membutuhkan waktu sampai 25 hari atau sebulan baru bisa siap panen. Para pedagang Sragen dan luar Sragen berebut mendapatkan padi pada musim kemarau. Mereka sampai melakukan sistem bayar jauh sebelum panen agar mendapatkan gabah alias ijon.

Ketua Kelompok Tani Ngudi Luhur Plumbungan, Karangmalang, Suharno, mengarap sawah seluas tujuh patok dengan ukuran 3.300 meter persegi per patok. Dari tujuh patok itu, empat patok di antaranya sudah terjual dengan harga Rp15 juta per patok dan dibayar tunai beberapa hari lalu.

Advertisement

Ketua Kelompok Tani Ngudi Luhur Plumbungan, Karangmalang, Suharno, mengarap sawah seluas tujuh patok dengan ukuran 3.300 meter persegi per patok. Dari tujuh patok itu, empat patok di antaranya sudah terjual dengan harga Rp15 juta per patok dan dibayar tunai beberapa hari lalu.

“Ya, baru kali ini ada pedagang yang berani berspekulasi. Tanaman padi baru mrapu atau berbunga sudah berani membayar tunai. Padahal kan belum tahu hasilnya, karena panennya baru 25 hari mendatang. Ada 10 patok milik tiga petani anggota Poktan Ngudi Luhur yang sudah laku dengan harga sama Rp15 juta per patok. Pedagang yang berani itu merupakan pedagang Sragen juga,” ujar Suharno.

Dia menerangkan harga Rp15 juta per patok itu merupakan rekor tertinggi yang dinikmati petani pada musim kemarau ini. Biasanya padi di Plumbungan ini rata-rata laku Rp12 juta/patok. Kalau pun hasilnya baik cuma bisa sampai Rp13 juta/patok.

Advertisement

Suharno mengungkapkan pedagang dari Demak pun sampai berburu gabah ke Sragen. Dia berharap harga tinggi ini bisa terus bertahan lama sehingga petani benar-benar diuntungkan. Dia harus menjamin kecukupan air selama 25 hari ke depan atau sampai panen biar produksi gabahnya bisa maksimal.

Petani asal Terik Tani, Kelurahan Plumbungan, Karangmalang, Sragen, Priyono, 47, juga senang karena tiga patok sawahnya laku Rp45 juta pada Senin (4/9/2023) lalu. Pedagang yang nekat beli tanaman padi yang baru berumur 65 hari ini, menurutnya karena takut tidak dapat barang. Padi sekarang benar-benar menjadi rebutan.

“Alhamdulillah air tercukupi dan hama terkendali. Yang lain belum dijual karena menunggu harga naik lagi. Ini benar-benar harga tertinggi selama saya tanam padi di Plumbungan ini. Di wilayah Gumantar, Pelemgadung, ada yang laku sampai Rp16 juta per patok. Petani sekarang untung,” ujarnya.

Advertisement

Untung Rp6 Juta/Hektare

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, mengatakan meskipun petani belum panen, kenyataannya padi belum waktunya panen sudah laku. Padi di wilayah Gondang juga ada yang lakujauh sebelum masa panen.

“Situasi seperti ini petani diuntungkan dengan harga tinggi dan barang benar-benar susah. Serangan hama juga minim. Fenomena ini baru tahun ini terjadi sepanjang saya jadi petani. Petani senang, harga bisa di atas Rp7.000/kg. Petani bisa untung sampai Rp6 juta per hektare.,” katanya.

Sementara itu, Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mengakui saat ini sedang paceklik karena harga beras tinggi dan gabah susah didapat. Dalam rapat pengendalian inflasi, pemerintah daerah sejauh ini belum mendapat instruksi untuk mengendalikan inflasi.

Advertisement

“Kalau saat Covid-19 lalu, kami diperintah menggunakan belanja tak terduga (BTT) untuk penanganan Covid-19. Pascapandemi, BTT juga boleh digunakan untuk pasar murah, distribusi, dan transportasi, namun situasi beras naik ini belum ada instruksi apa-apa,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif