SOLOPOS.COM - Para peserta gladen alit jemparingan melesatkan anak panah di lapangan SMPN 2 Ceper, Minggu (23/7/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Tangan kiri Kendra memegang erat bagian cengkolak atau handle busur panah tradisional jemparingan di lapangan SMPN 2 Ceper, Klaten, Minggu (23/7/2023). Tangan kanannya menarik kuat tali busur yang sudah terpasang anak panah.

Tangan mungil bocah kelas IV SD berusia 10 tahun itu sedikit bergetar menahan tarikan busur. Kendra memicingkan mata dan didekatkan pada lengan tangan kanan serta memusatkan pandangan pada bandul berbentuk silinder.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ukuran bandul 25 sentimeter hingga 30 sentimeter dengan diameter antara 2,5 sentimeter hingga 3 sentimeter. Pandangannya tertuju pada bagian bandul berwarna merah. Jaraknya 20 meter di depan bocah tersebut membuat target sasaran terlihat seperti titik.

Wush! Anak panah melesat membentuk lintasan melengkung dan menancap pada busa hitam di belakang bandul. Ekspresi bocah asal Kecamatan Cawas, Klaten, itu datar-datar saja saat anak panah jemparingan itu melesat menuju sasaran. Dengan tenang ia kemudian mengambil anak panah kedua.

Posisinya duduk bersila mengenakan pakaian adat Jawa lengkap terdiri dari bekap, belangkon, dan jarit di bawah terik matahari pukul 11.20 WIB. Anak panah kedua melesat. Lagi-lagi mengenai busa hitam. Hingga anak panah terakhir atau keempat, tidak ada yang mengenai bandul.

Bocah tersebut kemudian bergegas menuju pinggir lapangan yang teduh menghampiri keluarganya. Kendra menjadi salah satu anak yang ikut memeriahkan gladen alit jemparingan atau lomba memanah kecil-kecilan.

Kendra menjadi peserta termuda pada rangkaian kegiatan gladen jemparingan tersebut yang diikuti 200-an orang dari dewasa hingga anak-anak di SMPN 2 Ceper, Klaten, itu. Khusus peserta anak-anak, ada sekitar 25 orang dari usia SD hingga SMP.

“Senang dengan jemparingan sejak liburan kemarin. Senangnya itu kalau [anak panah] kena bandul,” kata Kendra saat ditemui seusai memanah.

jemparingan klaten
Para peserta gladen alit jemparingan melesatkan anak panah di lapangan SMPN 2 Ceper, Minggu (23/7/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Anak lainnya, Bima, 13, yang juga ikut gladen mengatakan dua tahun terakhir rutin berlatih olahraga panahan tradisional yang sudah ada sejak masa kerajaan Mataram itu. Ketertarikannya pada jemparingan lantaran kerap diajak bapaknya ketika latihan.

Keunikan dan Filosofi Tinggi Jemparingan

Bocah kelas VII MTs itu pun pernah mengikuti kejuaraan jemparingan hingga ke Surabaya dan Pacitan. “Enaknya di jemparingan itu ketika menarik busur dan mengenai bandul,” kata bocah itu.

Gladen alit jemparingan itu digelar dalam rangka memeriahkan Hari Jadi ke-291 Klaten serta Dies Natalis ke-43 SMPN 2 Ceper, Klaten. Lomba tersebut terbagi pada divisi dewasa putra-putri dengan jarak sasaran 30 meter serta divisi anak-anak dengan jarak sasaran 20 meter.

Kepala SMPN 2 Ceper, Tonang Juniarta, mengatakan kegiatan tersebut sekaligus untuk melestarikan seni panahan tradisional jemparingan. Para peserta berasal dari Klaten, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta Solo. “Harapan kami agar masyarakat mengenal apa itu jemparingan sehingga bisa lestari,” kata dia.

Tonang menjelaskan jemparingan merupakan panahan tradisional yang memiliki keunikan serta nilai filosofi tinggi. Berbeda dengan panahan lainnya, jemparingan dilakukan dengan mengenakan pakaian tradisional serta pemanah pada posisi duduk. Target sasaran berupa bandul.

Jemparingan melatih melatih fokus, kesabaran, tanggung jawab, serta kerendahan hati. Tonang menjelaskan jemparingan memiliki nilai filosofi yang tinggi. Dia mengibaratkan jemparingan seperti kehidupan manusia untuk selaluh berusaha dengan sungguh-sungguh.

“Ibaratnya manusia itu menarik busur, kemudian melepaskan anak panah pada sasaran. Kena tidak kena ya sudah, usahanya hanya sampai menarik dan melepaskan setelah itu ada faktor kehendak Yang Maha Kuasa. Setiap usaha belum tentu berhasil. Harus selalu introspeksi diri, tidak perlu menyalahkan,” kata dia.

Tonang berharap semakin banyak anak-anak yang tertarik pada jemparingan yang menjadi salah satu media untuk membangun karakter anak agar tetap sesuai nilai akar budaya bangsa.

“Ini sangat penting untuk pelajar yang saat ini gempuran budaya dari luar sangat luar biasa. Ini salah satu filter anak terus dikenalkan agar bisa menata diri, bersikap, tanggung jawab, fokus, serta tetap melestarikan tradisi budaya bangsa,” jelas Tonang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya